Begitulah kesimpulan tim peneliti Universitas Oxford, Inggris, yang dipimpin Prof. Bryan Sykes. Uniknya, ahli genetika ini mendapat ide untuk menguji garis keturunan orang Eropa itu lewat sebuah cerita ilmiah tentang tupai, yang dibacanya waktu masih muda. Semua tupai di seluruh dunia lahir dari seekor tupai di Gurun Siria.
Setelah menjadi ahli genetika, Sykes ingin menguji cerita tersebut. Ia memeriksa mitokondria DNA (mtDNA) ratusan individu, dari pelbagai ras, hewan itu. Mitokondria adalah bagian DNA yang bisa diwariskan, terutama lewat garis ibu. Materi mtDNA umumnya hampir bersifat abadi, tak pernah mengalami mutasi. "Mutasi alamiah itu terjadi dalam hitungan 10.000 tahun," kata Leonardo Salviati, peneliti mtDNA dari Columbia University, kepada ABC News. Artinya, kalau satu generasi 25 tahun, maka perubahan mtDNA baru terjadi setelah 400 keturunan.
Sykes menemukan, semua tupai yang ditelitinya memiliki mtDNA yang persis sama. Artinya, teori ibu tupai dari Siria itu menemukan pembenaran. Lantas ia membuat proyek lebih besar. Tim peneliti Sykes dari Institute of Molecular Medicine mengambil secuil sampel sel pipi 6.000 orang Eropa dari pelbagai ras. Hasilnya, ternyata berbeda dengan tupai. Tes terhadap manusia ini menunjukkan, mereka terbagi dalam tujuh kelompok mtDNA.
Tiap-tiap kelompok, yang punya ciri genetik serupa itu, lalu diberi nama- nama manis oleh Sykes. Mereka disebutnya Tujuh Putri Hawa (The Seven Daughters of Eve). Ketujuh kelompok inilah yang diyakini Sykes sebagai ibu semua orang Eropa. "Hampir 99% orang Eropa bisa dirunut ke belakang hanya pada ke tujuh wanita itu," ujar Sykes kepada BBC, Rabu dua pekan lalu.
Lebih jauh, Sykes menyimpulkan pula, ketujuh kelompok itu merupakan keturunan klan Lara. Kelompok ini menjadi salah satu dari tiga klan besar, yang hingga kini masih hidup di Afrika. Ini mendukung teori "Hawa Afrika" (African Eve theory), yang diajukan Allan Wilson dan Mark Stoneking pada akhir 1980-an. Menurut teori ini, semua manusia merupakan keturunan orang Afrika. Wilson dan koleganya menggunakan materi genetik yang sama, mtDNA, untuk penelitiannya.
Namun, teori tujuh ibu Eropa itu diragukan Terry Melton, Presiden Mitotyping Technologies, perusahaan yang khusus melakukan studi forensik dengan mtDNA, di Inggris. "Sykes menyajikan ide yang luar biasa, tapi sistem tersebut (mtDNA) tidak sempurna," ujarnya.
Menurut Melton, beberapa bagian dari mtDNA mengalami mutasi lebih cepat ketimbang yang lain. Sehingga, lanjutnya, sangat mungkin terjadi variasi lain yang muncul di dalam ketujuh kelompok anak perempuan tersebut. "Sebuah konsensus bisa saja dihasilkan dengan pengelompokan genetika. Namun tidak mungkin dengan akurasi 100%," ujar Melton.
Tapi, peduli amat dengan akurasi. Sykes mencium peluang mengomersialkan teorinya. Dengan dukungan Universitas Oxford, dua pekan lalu, ia mendirikan firma Oxford Ancestors. Klinik ini membuka pintu bagi siapa saja yang ingin melacak ibu moyang mereka dengan ongkos 180, sekitar Rp 2 juta. Bagaimana dengan ras Asia dan lainnya? Sykes baru merencanakan penelitian serupa di belahan dunia lain.
Sumber : http://teringan.blogspot.com/2012/02/inilah-tujuh-putri-siti-hawa.html?utm_source=BP_recent