Seolah tanpa meminta bukti dengan tuduhan berat itu, awak media percaya saja berita ini. Bahkan si wanita menuntut dai sejuta umat itu minta maaf dan memenuhi semua janji-janjinya.
Sebelum ini, pada awal malam, pertengahan Januari 2010 di Bioskop 21 Theatre Planet Hollywod Jakarta terjadi sesi tanya-jawab saat peluncuran sebuah film ber-genre komedi.
“Biasanya, jika jumpa pers dilakukan sebelum pemutaran film, tandanya film komedi ini nggak lucu. Saya ragu film ini lucu,” ujar seorang wartawan infotainmen kepada pengarah acara.
Tidak hanya mengkritik, pertanyaan yang diajukan sang wartawan kepada salah seorang aktris film tersebut, Julia Perez, juga jauh dari tema film. Sang wartawan justru bertanya apakah Julia ingin mengikuti jejak Ayu Azhari yang saat ini sedang mencalonkan diri sebagai Wakil Bupati Sukabumi, Jawa Barat.
Agaknya, sang wartawan mencoba mengorek-ngorek sudut pandang lain dari sosok Julia selain film terbarunya itu.
“Jika Anda ikut mencalonkan diri, itu akan menambah jumlah bintang esek-esek yang jadi calon bupati,” tanya wartawan.
Ditanya demikian, aktris ini sama sekali tidak marah. Dia cuma bilang kepada sang wartawan, “pikiran Anda saja yang begitu”.
Memang, buat wartawan infotainmen, acara-acara seremonial seperti peluncuran film bukan hal yang menarik untuk diberitakan. Ini diakui Aris – nama samaran – seorang mantan wartawan infotainmen Kroscek yang tayang di stasiun televisi swasta Trans TV.
“Itu nggak seru. Hanya berita biasa. Kurang greget. Paling satu spot selesai,” kata Aris yang mengaku keluar dari dunia infotainmen sejak dinasihati kakaknya yang seorang ustadz di sebuah pesantren di Malang, Jawa Timur ini.
Untuk membuat laku sebuah album lagu, sinetron, ataupun film, kata Aris kepada Hidayatullah.com, tak jarang terjadi persekongkolan antara pihak artis dengan oknum wartawan infotainmen. Misalnya, dengan merekayasa berita skandal hubungan percintaan artis yang bersangkutan.
“Dengan begitu, pemberitaanya terus menerus ada. Kan promosi juga nih!” ungkap Aris.
Berita Settingan
Pernyataan Aris dikuatkan oleh seorang sumber hidayatullah.com, seorang redaktur salah satu tabloid infotainmen yang berkantor di daerah Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Sebut saja namanya Hendra.
Berita rekayasa atau berita settingan, kata Hendra, biasanya dilakukan untuk mengangkat pamor artis-artis pendatang baru. Artis sangat membutuhkan pemberitaan. Sering-tidaknya seorang artis diberitakan oleh media massa berpengaruh terhadap tawaran kerja (jobs order) mereka. “Produser hiburan tidak mau memakai artis yang tidak populer,” jelas Hendra.
Maka tak heran jika pada acara jumpa pers tadi sang pengarah acara merasa perlu mengatakan Julia sudah dikontrak untuk bermain tujuh film pada tahun ini.
Imbalan jutaan rupiah untuk media infotainmen dari pihak sang artis jelas ada. Namun, Hendra enggan menyebut angka pastinya. Uang itu kadang dibayar di muka, kadang juga dibayar setengah di awal, dan dilunasi ketika berita sudah ditayangkan.
Namun, tidak semua permintaan berita settingan artis pendatang baru mereka terima. “Kita juga melihat bakat dan penampilan sang artis. Kalau tidak berbakat dan tidak menarik, untuk apa diberitakan?” tukas dia.
Picu Angka Perceraian
Hal senada juga diungkap Prima Gerda Pratiwi, mantan koordinator liputan infotainmen Potret Selebriti Terkini (Poster). Pratiwi mengaku terganggu dengan jurnalisme gosip yang selama ini dilakoninya.
"Berita infotainmen terkadang membuat pasangan yang harmonis jadi bercerai dan pasangan yang awalnya putus baik-baik jadi saling bermusuhan," keluh Pratiwi seperti dikutip situs berita detik.com.
Itu sebabnya hingga saat ini Pratiwi tidak lagi mau bekerja di infotainmen atau media gosip. Namun diakuinya, tayangan
seputar gosip memang sangat diminati pemirsa. Hal ini terlihat dari rating yang dikeluarkan lembaga survei AC Nielsen setiap hari Rabu. Menurutnya, hasil survei AC Nielsen tersebut menjadi pijakan dalam setiap rapat redaksi infotainmen untuk menggarap tayangan berikutnya.
Terkadang, ujar Pertiwi, bila tidak ada gosip yang dianggap menarik, redaksi melakukan berita settingan terhadap salah satu artis supaya beritanya bisa menjual dan diminati pemirsa. Ini dilakukan untuk meningkatkan perolehan rating yang tinggi.
"Kalau ratingnya jeblok, PH (rumah produksi) yang menggarap infotainmen nggak akan dikontrak lagi (oleh) stasiun televisi. Makanya infotainmen berlomba menyajikan berita-berita yang berbau gosip atau skandal artis. Kalau tidak ada gosip yang panas, redaksi akan menyettingnya," ujar Pratiwi membeberkan.
Menteri Agama, Suryadharma Ali, mencoba menghubungkan maraknya infotainmen ghibah dengan angka perceraian di Indonesia. Katanya, pada tahun 1980-an, angka perceraian berkisar 60 ribu per tahun. Namun dalam lima tahun terakhir, angka itu menanjak tajam.
Dari rata-rata dua juta perkawinan setiap tahun, tercatat 200 ribu angka perceraian per tahunnya. “Bahkan pada tahun 2005 terjadi 500 ribu perceraian,” ungkap Suryadharma saat menjadi pembicara dalam diskusi bertajuk Infotainmen = Gibah? di Jakarta tengah bulan lalu.
Korelasi antara tayangan infotainmen gibah dan perceraian, menurut Suryadharma, cukup jelas. Sebab, tokoh publik yang diberitakan infotainmen ghibah adalah idola masyarakat. Perilaku negatif sebagian kalangan artis, seperti selingkuh, konsumerisme, kehidupan glamor dan bebas, menjadi hal yang biasa akibat tayangan infotainmen.
Untuk itu, Suryadharma mengajak semua pihak agar berlaku jujur dalam melihat isi tayangan infotainmen. Ini harus mendapat perhatian khusus. Sayangnya, penertiban tayangan infotainmen bukanlah wewenangnya.
Suryadharma mengatakan, pihaknya akan bekerjasama dengan Menteri Komunikasi dan Informatika, Tifatul Sembiring, untuk mengatasi masalah ini. “Ini membutuhkan kerja kolektif semua pihak.”
Perihal kaitan infotainmen dengan perceraian artis dan masyarakat, disanggah oleh Hendra. Menurutnya, yang memicu perceraian seorang artis adalah kuasa hukum atau pengacara sang artis sendiri, bukan pihak infotainmen.
Bahkan, kata Hendra, dengan mengetahui nama kuasa hukum seorang artis, pihak infotainmen bisa menebak dengan tepat perihal kasus dan vonisnya.
“Bila kuasa hukumnya si A, ujungnya adalah cerai. Atau, jika pengacaranya si B, maka kasusnya adalah KDRT (kekerasan dalam rumah tangga),” kata Hendra mengungkapkan.
Ketika seorang artis masuk ke dalam bisnis dunia hiburan, jelas Hendra lagi, tidak ada istilah privasi bagi orang tersebut. Semua gerak-gerik sang artis akan dipantau oleh para wartawan infotainmen. Hampir tidak ada ruang sembunyi, karena relasi wartawan infotainmen meliputi seluruh lokasi syuting, tempat hiburan, stasiun TV, bahkan para panitera pengadilan agama.
Karena itu tak heran bila tidak ada artis yang bisa melakukan cerai secara diam-diam. Sebab, pihak infotainmen mengenal seluruh panitera di pengadilan agama, khususnya kawasan Jakarta, Bogor, Tanggerang, Bekasi, Depok, dan Bandung.
Bikin Stress
Sementara itu, pengamat media massa Sirikit Syah mengatakan, banyak media dan wartawan kebingungan memahami konsep infotainmen. Ia menyebut contoh di luar negeri yang disebut "entertainment news", yaitu berita-berita dari dunia hiburan. Isinya tentang proses kreatif para seniman. Sementara di Indonesia, isinya hanya bikin stress.
“Misalnya, bagaimana memproduksi (film) Avatar, berapa biaya produksi (film) Lord of the Ring, siapa artis berbayaran paling mahal, peluncuran album atau single baru, perolehan box office, pakai baju apa Jenifer Lopez di ajang Grammy, siapa paling keren di karpet merah, dan seterusnya. Betul-betul tentang dunia hiburan dan tidak bikin stres. “
Ketika ditanya, apakah masyarakat terhibur dengan infotainmen bernilai gosip, ia justru menampik.
“Terhibur? Tidak. Siapa terhibur dengan berita artis A dan artis B mau cerai sampai tiga kali? Siapa terhibur dengan kabar ada artis yang punya istri simpanan lagi?” tambahnya.
Memakan bangkai
Hendra mengakui, jika infotainmen dikaitkan dengan agama memang tidak akan bertemu. “Itu memang ghibah dan namimah. Tapi itu sudah menjadi aturan main di dunia hiburan.”
Ahli fikih lulusan Universitas al-Azhar, Mesir, Dr Ahmad Zain an-Najah mengatakan, infotainmen ghibah jelas haram. Maka, mendapatkan rezeki dengan cara menyebarkan berita ghibah juga haram.
Mengutip Surat al-Hujurat (49) ayat 12, Zain mengatakan, pelaku ghibah seperti orang yang memakan bangkai saudaranya sendiri. “... dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya sendiri yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang.”
“Tentunya yang mendengar dan menyetujui sama dosanya dengan orang yang melakukannya,” pungkas Zain. [Ainuddin Chalik, Kukuh Santoso, Ibnu Syafaat, Surya Fachrizal /hidayatullah.com]
http://www.hidayatullah.com/berita/cover-story/134-cover-story/13712-geliat-aksi-para-pemakan-bangkai