Selain disibukkan dengan Pansus Angket Bank Century DPR, rezim SBY juga sibuk menghadapi perang melawan korupsi yang justru menjadi bumerang bagi pemerintahannya serta isyu adanya keretakan dalam KIB II sehingga memunculkan wacana reshuffle Kabinet.
SBY dinilai tidak konsisten ketika mengatakan akan berdiri paling depan memerangi korupsi, karena ketika Menteri Keuangan Sri Mulyani terlibat skandal Century, SBY tidak punya nyali untuk memecatnya.. Hal inilah yang menjadikan rakyat semakin tidak percaya atas kredibilitas Presiden SBY. Bahkan mayoritas umat Islam semakin tidak percaya kepadanya karena terus menjadi pelindung Ahmadiyah serta menolak pemberlakuan syariat Islam di Indonesia.
Berikut ini wawancara Abdul Halim dari Suara Islam dengan Ustad Abu Bakar Ba’asyir, seputar 100 hari pemerintahan Yudhoyono dan penegakan syariat Islam di Indonesia.
Bagaimana menurut Ustad Abu, program 100 hari pemerintahan SBY sekarang ini, apakah sukses atau gagal?
Semua program rezim sekarang ini khususnya mengenai pemberantasan mafia hukum memang dhohirnya dilaksanakan, tetapi saya tak yakin bisa sukses. Karena sistim hukumnya tidak mendukung dan kemungkinan yang memiliki program masih terlibat (mafia hukum) di dalamnya, sehingga hanya sekedar untuk menunjukkan bukti-bukti sudah berbuat. Jadi persoalannya sistim hukum di Indonesia tidak mampu menyelesaikan persoalan dengan tuntas.
Apa karena sistem hukum kita sekuler?
Ya, karena sistim hukum kita sekuler. Jadi kalau tidak mau kembali kepada sistim hukum Islam, maka tidak akan ada persoalan yang bisa diselesaikan, kalaupun ada cuma cabang-cabang saja, jadi tidak bisa tuntas. Sebab kalau bukan sistim hukum Islam, maka rezimnya itu sendiri mengatur negara bukan karena ibadah, tetapi mengatur negara hanya karena mencari dunia, itu persoalannya! Kalau selama mengatur negara bukan karena Allah dan bukan untuk mencari kesuksesan di akhirat, selamanya mengatur negara mau tak mau dijadikan kepentingan dunianya.
Terus menerus terjadinya korupsi, apakah karena akhlak para pejabat Indonesia sudah rusak?
Memperbaiki akhlak tak mungkin tanpa syariat Islam, itu omong kosong! Pancasila tidak akan bisa menyelesaikan akhlak. Faham nasionalis, sosialis dan demokrasi, semuanya malah merusak akhlak. Jadi kalau ingin memperbaiki akhlak manusia, mesti dengan hukum dari yang menciptakan manusia, harus dengan hukum Islam. Seperti Nabi Muhammad SAW, memperbaiki akhlak bangsa Arab yang seribu persen lebih rusak dari akhlak bangsa Indonesia, ternyata bisa selesai dengan memakai hukum Islam, bukan adat istiadat dan nasionalisme Arab, tetapi memakai syariat yang diturunkan Allah. Saya tidak percaya bisa memperbaiki akhlak di Indonesia tanpa Islam. Karena itu yang bisa menuntaskan hanya kembali ke syariat Islam, yang lain omong kosong.
Ustad Abu menyebut demokrasi, apakah demokrasi bertentangan dengan Islam?
Demokrasi bertentangan dari segi paling pokok dengan Islam, dimana Islam mengajarkan Tauhid, bahwasanya menetapkan hukum adalah kedaulatan ditangan Allah. Sedangkan demokrasi sebaliknya, dimana menetapkan hukum ditangan rakyat. Jadi sebenarnya demokrasi merupakan syirik besar sekali. Adapun letak syiriknya adalah pada kedaulatan menetapkan hukum untuk mengatur manusia, padahal itu hak Allah seratus persen. Dasarnya adalah ayat Al Qur’an: “Inil hukmu illa lillah”. Jadi menetapkan hukum ditangan Allah.
Kalau kita bikin hukum, maka dasarnya harus memakai hukum Islam. Hukum yang sudah ditetapkan Allah tidak perlu diadakan perubahan. Karena hukum yang sudah ditetapkan Allah dan Rasulullah sifatnya paling benar, paling modern, paling ilmiah dan bisa bertahan sampai hari kiamat. Zaman kapanpun hukum Islam paling tinggi nilainya. Adapun yang belum ditetapkan Allah, manusia bisa membikin tetapi dasarnya harus Islam.
Demokrasi itu bukan saja kerusakannya sedikit tetapi mendasar, dosa syirik, bukan dosa biasa. Demokrasi menurut Abul A’la Al Maududi berarti mempertuhankan rakyat. Jadi tuhannya demokrasi itu rakyat, bukan Allah. Tuhannya orang yang percaya demokrasi itu rakyat meski mulutnya selalu bilang Allah, tetapi perbuatannya mempertuhankan rakyat.
Karena itu orang yang mengamalkan demokrasi dan percaya pada demokrasi tidak ada guna hajinya dan sholatnya, mereka akan masuk neraka, saya yakin itu! Silahkan sholat sampai benjut kepalanya, silahkan haji setiap tahun sampai habis uangnya, silahkan mau korban dengan sapi atau kerbau. Tetapi selama dia masih meyakini dan mengamalkan demokrasi, maka tempatnya di neraka. Jelas dia telah musyrik, bukan muslim.
Jadi para tokoh parpol juga masuk neraka?
Kalau dia tidak mau paham, nanti tempatnya di neraka. Sholatnya tidak ada gunanya, karena demokrasi itu syirik, sama dengan orang yang menyembah berhala. Kalau menyembah berhala itu mengambil hak Allah disembah untuk diberikan kepada berhala. Kalau demokrasi itu mengambil hak Allah kedaulatan untuk diberikan kepada manusia, jadi sama saja. Jadi tuhannya orang demokrasi itu manusia, meskipun mulutnya bilang tuhannya Allah, sebagaimana Abu Jahal mulutnya bilang tuhannya Allah, tetapi dalam perbuatan tuhannya Latta dan Uza. Setelah mendengar keterangan ini orang partai politik masih ngotot, silahkan nanti kalau sakaratul maut, insya’ Allah akan membenarkan apa yang saya katakan ini.
Mengapa para pejabat tinggi negara tidak peka terhadap penderitaan rakyat, seperti mereka memakai mobil mewah seharga Rp 1,3 miliar?
Itulah yang saya katakan, orang itu kalau mengurus negara bukan dengan tujuan ibadah kepada Allah, pasti tujuannya untuk ibadah kepada perut. Jadi tujuannya mengurus negara untuk perut, sehingga terjadi praktek semacam itu. Kecuali kalau orang mengurus negara tujuannya untuk ibadah kepada Allah. Jadi mengatur negara dengan hukum Allah untuk mencari pahala dari Allah, baru nanti semuanya akan bagus.
Berdasarkan uraian Ustad Abu, bisakah kita menilai pemerintahan ini merupakan pemerintahan yang kacau dan amburadul ?
Ya! Kacau, amburadul, syirik dan kafir. Memang begitu! Saya siap untuk berdiskusi dengan ulama siapa saja, kalau perlu mubahalah, siapa yang bohong. Bagi saya bukan saja amburadul, tetapi pemerintahan ini pemerintahan syirik dan kafir. Karena dia menggunakan dasar negara dasar syirik yaitu demokrasi. Dia tidak mau menggunakan dasar negara ini dengan dasar Islam. Jadi ini pemerintahan syirik dan kafir.
Kalau mereka berdalih di Indonesia bukan hanya umat Islam saja tetapi ada juga yang lain, bagaimana menurut Ustad Abu?
Zaman Nabi juga bukan umat Islam saja, zaman Nabi juga pluralitas. Pluralitas itu memang sudah sunnatullah. Hidup di dunia ini pluralitas heterogen, akhirat baru homogen. Kalau surga tempatnya orang Islam, maka neraka tempatnya orang kafir. Supaya pluralitas ini bisa diatur dengan adil, maka hukum Islam mesti berkuasa. Jadi zaman Nabi dan Khulafaur Rasyidin juga pluralitas. Apa mereka lebih pintar dari Nabi, Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali? Mereka juga pluralitas. Persoalannya, jawaban itu sebenarnya mungkin karena mereka bodoh tidak mengerti sejarah. Tetapi kalau mengerti sejarah, ya karena hawa nafsu. Tuhannya hawa nafsu, itu tadi persoalannya! Tidak ada alasan, kalau mengaku Islam ya Islam, jangan main-main.
Mengenai syariah Islam, mengapa sampai sekarang sulit diterapkan di Indonesia?
Memang pertama kali kesalahan pada umat Islam sendiri, mengapa umat Islam terlalu lunak padahal hukum Islam harus dipegang teguh. Kadang kadang umat Islam mengalah demi persatuan, itu tidak boleh. Persatuan dengan orang kafir bagus, hidup rukun bagus, tetapi ada syaratnya yaitu persatuan dibawah hukum Islam. Itulah yang diamalkan Nabi dan para sahabat, sehingga orang-orang kafirpun menikmati hidup di bawah hukum Islam karena mendapatkan keadilan.
Syariat Islam sulit diterapkan di Indonesia karena orang Islam mau toleransi dengan membuat hukum demi persatuan semu. Sebenarnya itu bukan persatuan tetapi penggerogotan. Memang sejak merdeka, orang Islam sudah salah langkah, mengapa mau dengan dasar nasionalis. Mengapa tidak mempertahankan syariat Islam. Lebih baik pecah daripada memakai dasar di luar Islam. Tampaknya persatuan tetapi sesungguhnya penggerogotan terhadap Islam. Buktinya Islam terus digerogoti, itu tidak bisa diterima! Baru adil kalau hukum diatur Islam dan orang Islam menjadi teguh memegang Islam.
Jadi dalam mempertahankan Islam jangan main-main dan jangan lunak-lunak. Kita mau korban demi persatuan dengan orang kafir hanya untuk urusan dunia, seperti tolong menolong dan saling utang menghutang demi urusan dunia atau demi kerukunan. Namun tidak boleh kerukunan mengorbankan syariat. Kerukunan harus dibawah naungan syariat Islam.
Mungkinkah Indonesia menjadi negara baldatun thoyibatun wa robbun ghofuur dengan menerapkan syariat Islam?
Jelas kalau diterapkan dengan ikhlas bahkan menjadi rahmatan lil alamin. Indonesia akan dinaungi dengan rahmatan lil alamin, baik orang Islam maupun kafir dzimmi yang mau tunduk kepada syariat Islam. Insya’ Allah menjadi negara baldatun thoyibatun wa rabbun ghofur. Kuncinya satu, berdasarkaan Islam dan hukum positifnya Islam. Boleh mengambil hukum dari orang kafir selama tidak bertentangan dengan syariat Islam, seperti hukum lalu lintas.
Dasar negara dan asas tunggalnya harus syariat Islam, Al Quran dan Sunnah. Boleh mengambil beberapa peraturan dari orang kafir atau membuat sendiri asal sandarannya Al Quran dan Sunnah. Tetapi yang sudah ada pokok-pokoknya tidak boleh dirubah, misalnya hukum mencuri adalah potong tangan kalau memenuhi syarat, sedangkan hukum qishosh bagi pembunuh diserahkan kepada keluarganya. Jika mau memaafkan diberi ganti rugi, tetapi jika tidak maka dibunuh. Itu hukum paling modern dan ilmiah, tidak perlu dirubah. Karena hukum yang sudah ditetapkan Allah akan bertahan hingga hari kiyamat. Nilainya paling modern, paling ilmiah dan paling praktis untuk bangsa mana saja dan siapa saja.
Tetapi jika belum ada kita boleh berfikir, kalau perlu peraturan orang kafir kita tinjau. Jika baik bisa diambil, tetapi yang menjadi ukuran adalah Islam bukan kemauan rakyat. Tetapi kalau urusan bikin jembatan silahkan musyawarah dengan rakyat. Tetapi kalau sudah (hukum) Islam, tidak perlu lagi musyawarah dengan rakyat. Orang Islam harus tegas, kalau menolak sudah bukan Islam lagi, tidak ada faham semacam ini.
Bagi orang Islam yang menolak syariat dikiranya masih muslim, karena dia memiliki keyakinan yang penting tetap percaya laa illaha illallah, itu tidak bisa. Orang bisa murtad karena hati (mengingkari), bisa murtad karena ucapan dan bisa murtad karena perbuatan. Perbuatannya menolak hukum Islam bisa menjadi murtad, ini faham ahlu sunnah wal jamaah.
Kalau orang hanya yang penting hatinya percaya meskipun ucapan dan perbuatannya mengejek Allah dan Rasulullah, maka faham ini disebut murjiah. Faham ini yang kena orang Islam pada umumnya. Tetapi ada yang ekstrim keatas, orang menyalahi hukum kafir, judi kafir, zina kafir meskipun masih mengaku sebagai muslim. Faham ini jelas faham sesat khowarij. Khowarij dan murjiah sesat, yang benar faham ahlu sunnah wal jamaah. Indonesia mayoritas berfaham murji’ah, tetapi kalau khowarij sudah hampir tidak laku karena mengkafirkan orang lain. Sekarang faham murji’ah yang mendominasi Indonesia.
Bagaimana nasehat Ustad Abu terhadap pemerintahan Yudhoyono terutama pada program 100 hari dan penerapan syariat Islam di Indonesia?
Bagi saya, (suatu) rezim itu tidak perlu terlalu diresahkan (karena) rezim pada dasarnya kurang lebih selama sistimnya benar. Nasehat saya kepada pemerintahan SBY, rombaklah sistim ini kembali ke Islam seratus persen dengan menggunakan tentara dan polisi, karena anda ngakunya Islam. Jangan takut, karena sudah diberi Allah kekuasaan, diberi tentara dan polisi yang mayoritas muslim. Sistim ini perlu dirombak kembali kepada Islam.
Orang kafir (cukup) diberi pengertian, tidak usah khawatir (mereka) tidak akan dipaksa masuk Islam, orang kafir akan diperlakukan secara adil. Dalam Al Qur’an firman Allah: “Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan adil kepada orang kafir yang tidak memerangi agamamu dan mengusir kamu dari negerimu, karena Allah suka kepada orang yang berbuat baik dan adil.”
Siapa orang kafir yang tidak memerangi kamu, yakni orang kafir dzimmi, yang menerima dan tunduk dibawah hukum Islam. Mereka tetap kafir, mereka wajib diperlakukan dengan baik dan adil. Nabi pernah mengancam barangsiapa orang Islam yang mendholimi orang kafir dzimmi, aku menjadi musuhnya di hari kiamat. Orang kafir dzimmi wajib dijaga keamanan darah dan hartanya serta diperlakukan dengan adil. Tetapi kalau sudah diberitahu begitu masih tidak mau, baru senjata berbicara dengan menggerakkan polisi dan tentara untuk memerangi mereka.
Kalau rezim Yudhoyono tidak mau begitu, mereka murtad. Kalau sudah dinasehati tetap tidak mau, mereka murtad. Jangan ragu-ragu! Karena menolak hukum Islam menjadikan mereka kafir, fasik dan dholim. Dholim dan kafir sama saja, kafir besar, fasik besar dan dholim besar. Karena ayat ini hubungannya dengan mengkritisi orang Yahudi yang merubah hukum zina dari rajam menjadi dicoret-coret.
Indonesia juga merubah hukum, mestinya (menggunakan hukum) Islam dirubah menjadi sekuler, itu kafir. Rezim Yudhoyono bagi saya tidak keberatan, sebab ada kelebihan dan kekurangannya. Tetapi yang perlu diperhatikan dulu adalah agar dirombak sistimnya menjadi Islam. Kalau pemerintahan Yudhoyono mau merubah menjadi sistim Islam, kita semua akan berdiri dibelakangnya. Tetapi kalau tidak mau, saya ingatkah anda murtad! Tidak ada gunanya sholat anda, haji anda, majelis dzikir anda tidak bisa menolong anda.
Saya sendiri sudah mengirim surat ke Yudhoyono, dan Habib Rizieq juga ikut menandatanganinya. Tetapi hingga sekarang tidak ada tanggapan. Sebagaimana pernah saya baca di suatu majalah, faham Yudhoyono adalah pluralisme. Saya nasehatkan kepada Yudhoyono, supaya kembali ke Islam, sebab orang yang berfaham pluralisme itu murtad, karena dia menolak syariat Islam. Itulah nasehat saya kepada Yudhoyono !
(Abdul Halim)
Nama Besarnya Diakui Dunia
Siapa yang tidak kenal Ustad Abu Bakar Ba’asyir, pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki, Sukoharjo, Jawa Tengah. Ulama besar kelahiran Jombang, Jawa Timur 72 tahun lalu itu, namanya dikenal di dunia internasional. Betapa tidak, media massa Barat telah memasukkan Ustad Abu kedalam golongan lima ulama besar yang paling berpengaruh di dunia Islam dewasa ini.
Adapun keempat ulama besar lainnya adalah Ayatullah Ali Al Sistani (Ulama besar Syiah Irak), Ayatullah Ali Khamenei (Pemimpin Spiritual dan Tertinggi Iran), Syekh Muqtada Al Sadr (Pemimpin Perlawanan Irak terhadap penjajahan AS) dan Syekh Abdul Aziz Bin Baz (Mufti Besar Arab Saudi). Bahkan nama besar Syekh Al Azhar Mesir, Syekh Yusuf Qordhowi dari Qatar dan Syekh Hasan Nasrullah pemimpin Hizbullah Lebanon yang pernah mengalahkan Israel dalam perang 2006, oleh media massa Barat belum bisa dimasukkan kedalam golongan ulama besar di dunia Islam.
Ustad Abu sejak muda sudah dikenal konsisten dalam memperjuangkan tegaknya syariah Islam di Indonesia. Maka tidaklah mengherankan jika rezim Orba dan Reformasi berusaha menghambat perjuangannya dengan menfitnah dan memasukkannya ke penjara. Namun segala halangan dan rintangan itu tidak menyurutkan niatnya untuk terus konsisten memperjuangkan berlakunya syariah Islam di Indonesia. Semoga perjuangan Ustad Abu sukses di kemudian hari dan menjadikan Indonesia baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur, amin. (*)