Gerak Semu Matahari
Hari kulminasi atau disebut juga Ekinoks Matahari adalah hari ketika matahari tepat berada di wilayah khatulistiwa. Selama satu tahun, matahari mengalami dua kali Ekinoks, yaitu pada tanggal 21 Maret dan 23 September (Bayong Tjasyono, 2006). Namun menurut prediksi, ekinoks untuk tahun 2000-2010 yang dibuat oleh Astronomical Applications Department Amerika Serikat, Ekinoks pada tahun 2008 jatuh pada 20 Maret dan 22 September 2008.
Apa penyebab terjadinya Ekinoks Matahari? Ekinoks matahari merupakan akibat dari gerak semu matahari. Gerak semu memerlihatkan bahwa matahari seolah-olah bergerak sepanjang tahun terhadap bumi dari arah utara menuju selatan. Pada 21 Juni, matahari berada di belahan bumi utara (23,5 derajat Lintang Utara). Pada 23 September, matahari berada tepat di khatulistiwa. Pada 22 Desember, matahari berada di belahan bumi selatan (-23,5 derajat Lintang Selatan). Pada 21 Maret, matahari kembali berada di khatulistiwa. Pada saat matahari berada di utara dan selatan (21 Juni dan 22 Desember) disebut dengan Solstis Matahari.
Kenapa terjadi gerak semu? Bumi melakukan dua gerakan sekaligus: berotasi pada sumbunya dan berevolusi terhadap matahari. Sumbu rotasi bumi tidak tegak lurus terhadap sumbu revolusi, tapi memiliki kemiringan sebesar 23,5 derajat. Karena kemiringan ini, bagian bumi yang diterangi matahari berbeda-beda selama setahun. Dari Maret hingga September, lebih banyak menerangi bumi utara daripada selatan. Kemudian, dari September hingga Maret terjadi sebaliknya. Jika fenomena ini dicermati dari bumi, maka terlihat seolah-olah matahari bergerak dari utara ke selatan selama setengah tahun, lalu bergerak dari selatan ke utara pada setengah tahun berikutnya. Gerak semu ini juga berakibat pada terbentuknya empat musim di bumi, yaitu: gugur, dingin, semi, panas. Akibat Ekinoks Matahari Pada saat terjadi Ekinoks, lama waktu antara siang dan malam sama (12 jam) di seluruh permukaan bumi. Bagi kita yang hidup di khatulistiwa, mungkin malam dan siang sama lamanya. Tapi tidak bagi orang yang tinggal di kawasan utara atau selatan. Di musim dingin, orang Eropa merasakan malam lebih panjang dari siang. Sementara pada saat yang bersamaan, orang Australia merasakan siang yang lebih lama. Nah, pada saat ekinoks inilah, orang di utara atau selatan merasakan rentang waktu siang dan malam yang sama. Selain itu, ekinoks juga digunakan sebagai penanda musim, terutama bagi mereka yang tinggal di kawasan utara dan selatan. Contohnya, di kawasan utara, 21 Maret (Vernal Equinox) adalah penanda awal musim semi, sementara 23 September (Autumnal Equinox) merupakan awal musim gugur.
Pengaruh Ekinoks Bagi Atmosfer Indonesia
Apa pengaruh ekinoks matahari bagi atmosfer Indonesia? Seperti kita ketahui, Indonesia adalah negeri yang terletak di khatulistiwa (7 derajat Lintang Utara hingga 10 derajat Lintang Selatan). Sementara itu, ekinoks matahari terjadi dua kali di wilayah Indonesia (tepatnya di Pontianak dan daerah lain yang terletak persis di garis khatulistiwa). Akibatnya, negeri ini menerima energi matahari yang melimpah ruah sepanjang tahun. Energi panas ini selanjutnya dipakai untuk menggerakkan atmosfer secara global ke seluruh dunia. Indonesia merupakan salah satu dari tiga wilayah di khatulistiwa yang menjadi pusat pertumbuhan awan dan pembentukan hujan seluruh dunia. Selain itu, Indonesia juga menjadi wilayah di dunia yang memiliki curah hujan tinggi. Penelitian menyebut, sekitar 70 persen hujan di dunia turun di khatulistiwa. Tiga wilayah penting di dunia, di mana atmosfernya mengalami konveksi (proses pemanasan dan pembentukan awan di atmosfer) sangat aktif, yaitu Indonesia, Afrika Tengah, Amerika Selatan (Amazon, Brazil) (Bayong Tjasyono, 2006).
Selain itu, Indonesia merupakan wilayah kepulauan terbesar di dunia yang terletak di antara dua benua dan dua samudera. Samudra dan benua tersebut memicu terbentuknya angin musiman (monsun). Monsun ini selanjutnya memengaruhi musim di Indonesia. Akibatnya, di Indonesia hanya terjadi dua musim yang diukur berdasarkan kadar curah hujan, yaitu musim kemarau (curah hujan sangat sedikit) dan musim hujan (curah hujan sangat banyak). Ekinoks juga berpengaruh langsung pada pola curah hujan di Pontianak, yang secara umum berbeda dengan pola curah hujan di wilayah Indonesia. Wilayah di Indonesia umumnya mengalami satu puncak curah hujan yaitu pada Desember atau Januari. Sementara di Pontianak, terjadi dua kali puncak curah hujan, yaitu pada Maret dan November.
*) Penulis adalah Staf Peneliti Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN): www.dirgantara-lapan.or.id