Sebuah pos online baru-baru ini, yang diumumkan di hampir sepuluh ribu situs web berbahasa Mandarin, mengungkapkan sentimen anak-anak yang lahir setelah tahun 1980:
"Beban perawatan orang tua seperti gunung besar di belakang pundak setiap anak dalam keluarga satu anak. Di masa kanak-kanak, kami menikmati perhatian penuh dari orang tua kami. Tapi sebagai orang dewasa, kami dibuat paling menderita. Ketika kami berusia 30-an dan 40-an , orang tua kami sudah sangat tua, dan kami akan menjadi kelompok yang paling kelelahan di planet ini."
Seorang nenek sedang makan di sebuah panti jompo. Akibat kebijakan satu anak Tiongkok dan meningkatnya kasus kekurangan perawatan pada manula. (Getty Images)
Pada akhir tahun 2009, 12,5 persen, atau lebih dari 167 juta rakyat Tiongkok berusia di atas 60 tahun, dan sekitar 19 juta orang di atas usia 80 tahun.Sekitar 9,4 juta tidak memiliki sumber daya untuk mengurus diri sendiri.
Karena pelaksanaan kebijakan satu anak 30 tahun yang lalu, banyak keluarga sekarang terdiri dari satu anak, dua orang tua, dan empat kakek-nenek.
Tanpa sistem kesejahteraan negara untuk para manula, para keluarga di Tiongkok secara tradisional bertumpu pada anak-anak dan cucu-cucu mereka untuk mendukung di usia tua mereka. Ini menjadi beban yang berat bagi anak-anak mereka yang diharapkan dapat memberikan kenyamanan emosional, bantuan fisik dan keuangan.
Selain itu, orang dewasa muda sering terpaksa untuk mencari pekerjaan di kota-kota lain, meninggalkan orang tua atau kakek nenek mereka yang sakit dengan tidak ada orang yang menjaga mereka.
Sebuah studi oleh Pusat Penelitian Penuaan Tiongkok menunjukkan bahwa hampir setengah dari orang tua di daerah perkotaan tidak tinggal dengan anak-anak mereka. Bahkan di daerah pedesaan, angka ini hampir sama banyak, sekitar 40 persen.
Banyak orang tua stress dengan anak-anak mereka karena dinamika keluarga yang tidak seimbang, dan mereka sering tidak ingin membebani anak-anak mereka ketika mereka sakit. Akibatnya, mereka menderita kesepian dan kesulitan fisik.
Mr. dan Mrs. Wang, pasangan pensiunan dari Propinsi Hubei hidup sendiri. Mereka memiliki dua anak perempuan. Salah satu dari mereka pindah ke Shenzhen untuk bekerja, dan memiliki keluarga sendiri untuk dihidupi. Anak perempuan yang lain hidup di luar negeri dan jarang dapat mengunjungi.
Mr. Wang mengatakan yang paling mengkhawatirkan baginya adalah kalau ia menderita sakit. Ia pernah menjalani operasi jantung beberapa tahun yang lalu. Terakhir kali ia mengalami serangan jantung, dia tidak memberitahu putrinya yang di luar negeri karena takut bahwa dia akan terlalu khawatir. Meskipun putri dari Shenzhen mampu mengunjungi, ia hanya bisa tinggal selama sekitar sebulan.
Xu berusia 70-an dan hidup sendirian di Provinsi Jiangxi. Suaminya meninggal dua tahun yang lalu, dan anak satu-satunya tinggal di Kanada. Dia mengatakan saat dia semakin tua, dia menemukan lebih sulit untuk mengurus kebutuhan dasar, termasuk berbelanja. Satu-satunya hal yang dia harapkan adalah panggilan mingguan dari anaknya.
Kekurangan Fasilitas Perawatan
Menurut sebuah artikel di Harian Changjiang, survei pada subyek perawatan orang tua menunjukkan bahwa 60 persen dari mereka yang diwawancarai tidak ingin bergantung pada anak-anak mereka. Beberapa penduduk perkotaan memilih tinggal di sebuah panti jompo. Namun permintaan rumah jompo jauh melebihi pasokan.
Tianjin terletak di Tiongkok timur laut, dan merupakan salah satu kota terbesar. Di Tianjin terdapat 306 lembaga pelayanan sosial menawarkan 26.423 tempat tidur untuk perawatan manula, namun ada lebih dari 100.000 manula dan penduduk cacat disana. Seorang staf di sebuah panti jompo yang dikelola oleh pemerintah mengatakan, waktu tunggu rata-rata lebih dari dua tahun. Mereka hanya bisa memasukkan orang baru ketika penghuni lama ada yang keluar atau meninggal.
Tianjin adalah salah satu contoh. Situasi yang sama juga berlaku untuk semua kota-kota terbesar di Tiongkok.
Dalam beberapa tahun terakhir, program perumahan percontohan yang ditujukan untuk para manula telah dibangun di Beijing, Shanghai, Tianjin, dan kota-kota besar lainnya. Namun, layanan sosial yang terkait dengan program ini masih belum memadai untuk kebutuhan. Hanya 55,1 persen lansia di kota-kota dan 8,2 persen lansia di negara ini tinggal di area yang tercakup program bantuan lansia dari rumah ke rumah. (EpochTimes/man)
Sumber