Paus Benediktus XVI telah meminta Pakistan untuk membatalkan hukum negara anti-penghujatan dan melakukan banyak usaha lagi untuk melindungi agama minoritas dari serangan kekerasan.
Dalam pidato tahunan Tahun Baru di Kota Vatikan pada hari Senin kemarin (10/1), paus mengatakan hukuman mati untuk tuduhan penghujatan adalah dalih untuk tindakan kekerasan terhadap kelompok minoritas, Associated Press melaporkan.
"Saya sekali lagi mendorong para pemimpin negara itu untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk membatalkan hukum itu, karena jelas hal itu telah berfungsi sebagai alasan untuk tindakan kekerasan terhadap kelompok agama minoritas," katanya.
Pidato Benediktus tersebut datang hanya beberapa hari setelah politisi senior Salman Taseer Pakistan, yang menentang undang-undang itu, dibunuh oleh pengawalnya sendiri.
Pada bulan Desember lalu, sebuah RUU yang bertujuan untuk mengubah undang-undang itu dibahas dalam majelis rendah parlemen. RUU ini berusaha untuk menghapuskan hukuman mati untuk dakwaan terhadap para pelaku penghujatan.
Usulan tersebut memicu unjuk rasa di semua kota besar Pakistan, termasuk Lahore, Karachi, Bahwalpur, Multan dan Rawalpindi di mana ribuan demonstran turun ke jalan memprotes RUU tersebut.
Lebih dari 50.000 orang turun ke jalan di kota Karachi Pakistan selatan pada hari Minggu lalu untuk memprotes amandemen yang diusulkan terhadap hukum penghujatan negara.
Para demonstran memperingatkan bahwa setiap usaha untuk melunakkan hukum penghujatan saat ini akan menyebabkan gelombang protes nasional.
Ironisnya Paus sendiri tidak lantang bersuara terkait maraknya dan meningkatnya Islamofobia di negara-negara barat, baik terkait peraturan larangan terhadap menara masjid hingga ke masalah UU pelarangan cadar ataupun diskrimasi yang harus diterima umat Islam di barat karena keIslaman mereka
"ya begitulah Paus, inginnya umat kristen selalu dilindungi tapi menutup mata saat umat Islam ditindas bahkan dibantai, ........ " ahmed alkhoiroh berkata pada islamicpakistan news..