Menurut Abdullah, dari jumlah PNS di Indonesia sekitar 3,7 juta sampai 4 juta orang, 60 persen diantaranya melakukan tindak pidana korupsi. Penyebabnya, gaji yang diterima tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Gaji yang mestinya untuk kebutuhan satu bulan, hanya cukup untuk sepuluh hari saja. Makanya mereka (PNS) memilih jalan korupsi guna memenuhi kebutuhannya yang kurang itu,” ujar Abdullah kepada Surya, Kamis (9/12/2010), usai sidang Hari Anti Korupsi Sedunia, di Halaman Gedung Negara Grahadi Surabaya.
Sementara, jika dilihat dari motivasi munculnya mentalitas korup PNS, 20 persen akibat keserakahan (greedy) dan 20 persennya lagi akibat ada kesempatan.
Faktor serakah, kata Abdullah terlihat, misalnya ketika si PNS sebenarnya sudah punya jabatan eselon, mobil dinas, motor dinas, rumah dinas, dan uang bensin. Tapi karena dia serakah, tetap saja masih melakukan tindak korupsi. Selain itu, korupsi juga dapat terjadi karena kesempatan (corruption by opportunity).
Ini misalnya terjadi, di lembaga layanan publik yang memungkinan pertemuan antara petugas dengan masyarakat atau pelanggan.
“Jadi selama ada niat, kesempatan, dan kemampuan, biasanya tindakan koruptif itu muncul,” tegas Abdullah.
Untuk mencegahnya, sistem layanan elektronik yang memungkinkan pertemuan antara pegawai dengan pelanggan harus diterapkan. Misalnya, Satuan Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) dan pengadaan SIM keliling. Selain itu, pembenahan sistem rekrutmen PNS juga harus benar-benar dilakukan, dengan cara tidak mentolelir calon PNS yang tidak memenuhi kriteria penilaian.
Abdullah memberi contoh, jika standar nilai yang ditetapkan untuk syarat CPNS yang diterima adalah A, maka yang diterima harus pendaftar yang mendapat nilai A.
Dengan aturan itu, jika kuota CPNS di lingkungan Pemprov Jatim tahun 2010 ini sebanyak 395. Kalau dari ribuan pendaftar, setelah mengikuti tes atau ujian ternyata hanya 200 orang saja yang mendapat nilai A – baik A1, A2, maupun A3, maka 200 orang itulah yang harus diterima.
“Jadi yang tidak mendapat nilai A harus dicoret, karena standar penilaiannya sudah jelas. Model ini seperti yang diterapkan di KPK,” kata Abdullah menjelaskan.
Sementara, Gubernur Jawa Timur Soekarwo menegaskan, pihaknya akan menjadikan good government dan clean government sebagai ujung tombak dalam pemberantasan korupsi di lingkungan Pemprov Jatim.
Setiap pengelola keuangan, ujar pria yang akrab disapa Pakde Karwo ini, wajib untuk menandatangani pakta integritas, karena itu merupakan bagian dari tanggung jawab untuk mengelola keuangan negara.
“Selain itu, reformasi birokrasi dengan menggunakan sistem yang terkomputerisasi untuk berbagai layanan publik juga terus kita lakukan sebagai upaya mencegah tindak pidana korupsi. Dengan komputer, kemungkinan orang ketemu dapat dikurangi,” tegasnya.
sumber