Pertumbuhan melambat karena faktor domestik seperti gangguan yang berhubungan dengan cuaca terhadap pertanian. Akibatnya, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada 2010 dari 6,0 persen turun menjadi 5,9 persen.
Dalam laporan triwulan III 2010 Bank Dunia menyebutkan bahwa penduduk di bawah garis kemiskinan telah menunjukkan penurunan berkelanjutan sejak 2006, yakni dari 17,8% menjadi 13,3%. Jumlah kaum miskin turun menjadi 31 juta jiwa pada 2010.
Pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) agregat dan konsumsi yang berkelanjutan pada periode ini turut berperan dalam menurunkan kemiskinan perkotaan maupun perdesaan.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mencatat data kemiskinan di Indonesia masih cukup besar dan tidak merata. Dari 31,02 juta penduduk yang hidup miskin, sebagian besarnya (55,83%) menetap di Pulau Jawa.
Deputi Bidang Kemiskinan Ketenagakerjaan dan UKM Bappenas Prasetijono Widjojo menyatakan bahwa Pulau Jawa menempati peringkat pertama dibanding Sumatra yang ada di peringkat kedua dengan persentase 21,44% dari total 31 juta penduduk miskin.
“Di Pulau Jawa dan Bali, sebanyak tiga provinsi yakni Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur tercatat memiliki tingkat kemiskinannya di atas rata-rata nasional,” paparnya.
Tingkat kemiskinan di daerah pedesaan secara signifikan masih lebih tinggi dibandingkan perkotaan. Tercatat tingkat kemiskinan di daerah pedesaan Indonesia mencapai 16,56% sedang di perkotaan adalah sebesar 9,87%.
Krisis ekonomi pada 1997/1998 adalah faktor utama yang membuat angka kemiskinan di Indonesia meningkat secara drastis dari angka 22,5 juta penduduk miskin pada 1996, menjadi 49,5 juta pada 1997/1998. Angka ini kini berangsur turun menjadi tinggal 31 juta per Maret 2010.
Selain mencatat jumlah penduduk miskin, Bappenas juga mencatat masih terjadi kesenjangan tingkat kemiskinan yang signifikan antarprovinsi di Indonesia. Tercatat dari 33 provinsi, ada 17 yang memiliki tingkat kemiskinan di bawah rata-rata nasional. Sedang 16 provinsi lainnya sudah memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional.
Provinsi yang masih memiliki tingkat kemiskinan dua kali lipat dari rata-rata nasional (13,33%) adalah Papua sebesar 36,80%, Papua Barat 34,88% dan Maluku 27,74%. Untuk Sumatra, provinsi yang memiliki tingkat kemiskinan di atas rata-rata nasional yakni Aceh, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung.
Yang harus dicamkan pemerintah adalah konfirmasi Bank Dunia yang menyatakan bahwa kesenjangan antara golongan kaya dan miskin kian lebar. Tingkat kemiskinan antar-provinsi memiliki kisaran yang cukup besar dari 37% di Papua hingga 3,5% di DKI Jakarta.
“Bagaimana cara mengatasi jurang kaya-miskin? Ini masalah dan tantangan yang sejak lama seharusnya dipikirkan para teknokrat Indonesia dan Bank Dunia,” kata Prof Ichlasul Amal, mantan Rektor UGM.
“Dengan adanya fakta bahwa jurang kaya-miskin kian melebar dan itu persoalan sensitif, pemerintah SBY-Boed harusnya membuat kebijakan affirmative yang tepat dan efektif untuk menolong kaum yang lemah dan marginal, bukan malah banyak berwacana dan berkutat pada kekuasaan semata,” kata Sri Palupi MA, Direktur Ecosoc (Institute for Social-Economy. [mdr]