Dasar :
1. UU No. 1 Th 1946
2. UU No. 8 Th 1981
3. UU No. 5 Th 1998
4. UU No. 9 Th 1998
5. UU No. 39 Th 1999
6. UU No. 2 Th 2002
7. UU No. 12 Th 2005
8. UU No. 40 Th 2008
9. Peraturan Presiden RI No. 16 Th 2006
10. Peraturan KAPOLRI No. 16 Th 2006
11. Peraturan KAPOLRI No. 9 Th 2008
12. Peraturan KAPOLRI No. 1 Th 2009
13. Peraturan KAPOLRI No. 8 Th 2009
14. Peraturan KAPOLRI No. 8 Th 2010
15. Resolusi PBB 34/169 tanggal 7 Desember 1969
16. Protokol PBB Tahun 1980
Jadi Segala Bentuk Gangguan Nyata Seperti :
1. Perkelahian massal
2. Pembakaran
3. Pngrusakan
3. Pengancaman
4. Penganiayaan
5. Pemerkosaan
6. Penghilangan nyawa seseorang
7. Penyanderaan
8. Penculikan
9. Pengroyokan
10. Sabotase
11. Penjarahan
12. Perampasan
13. Pencurian
14. Melawan/menghina petugas dengan menggunakan atau tanpa menggunakan alat dan/atau senjata
Dasar hukum tindakan tegas
a. KUHP :
KUHP Pasal 48 : “barang siapa/anggota yg melakukan tindakan secara terpaksa tidak dapat dipidana”
KUHP Pasal 49 : “barang siapa/anggota yg melakukan perbuatan pembelaan secara terpaksa untuk diri sendiri maupun orang lain,kehormatan kesusilaan atau harta benda sendiri maupun orang lain karena ada serangan yg sangat dekat pada saat itu yg melawan hukum tidak dapat dipidana”
KUHP Pasal 50 : “barang siapa/anggota yg melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang tidak dipidana”
KUHP Pasal 51 : “barang siapa/anggota melakukan perbuatan untuk malaksanakan perintah jabatan yg diberikan oleh penguasa yg berwenang,tidak dipidana”
b. UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI :
Pasal 18 : untuk kepentingan umum pejabat POLRI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapatbertindak menurut penilaiannya sendiri, meliputi:
1) pertimbangan manfaat resiko dari tindakannya;
2) petul-betul untuk kepentingan umum
c. Protokol VII PBB tanggal 27 Agustus – 2 Desember 1990 di Havana Cuba tentang Prinsip-Prinsip Dasar Penggunaan Kekerasan dan Senjata Apu oleh Aparat Penegak Hukum :
1) untuk membela diri atau orang lain terhadap ancaman kematian atau luka parah yang segera terjadi
2) untuk mencegah pelaku kejahatan melarikan diri; dan
3) untuk mencegah dilakukannya suatu tindakan kejahatan yang sangat serius
4) apabila cara yang kurang ekstrim tidak cukup untuk mencapai tujuan-tujuan
d. Resolusi PBB 34/169 tanggal 7 Desember 1969 tentang Ketentuan Berperilaku (code of conduct) untuk Pejabat Penegak Hukum:
1) dapat diberikan wewenang untuk melakukan kekerasan apabila perlu menurut keadilan untuk mencegah kejahatan atau dalam melaksanakan penangkapan yang sah terhadap pelaku yang dicurigai sebagai pelaku kejahatan;
2) sesuai dengan asas keseimbangan antara penggunaan kekerasan dengan tujuan yang hendak dicapai; dan
3) pelaku kejahatan melakuka perlawanan dengan senjata api atau membahayakan jiwa orang lain
Jadi apabila terjadi suatu tindakan yang dapat dikategorikan anarki maka POLRI memiliki kewenangan untuk memberikan peringatan secara lisan, dan apabila pelaku tidak menghentikan perbuatannya maka dapat menggunakan kewenangannya menggunakan senjata tumpu dan/atau senjata kimia antara lain gas air mata, atau alat lain sesuai standar POLRI,dapat pula kewenangan menggunakan SENJATA API atau alat lain untuk menghentikan tindakan atau perilaku pelaku yang dapat menyebabkan luka parah atau kematian dirinya atau kematian dirinya sendiri atau anggota masyarakat,dengan didahului dengan tindakan peringatan ke arah yang tidak membahayakan,apabila pelaku tidak mengindahkan tembakan peringatan maka dilakukan tembakan terarah kepada sasaran yang tidak mematikan,kemudian korban luka petugas,pelaku,dan/atau masyarakat,segera dilakukan pertolongan sesuai prosedur pertolongan dengan menggunakan sarana yang tersedia. [ via Kaskus]