Selain karena faktor alam, hal-hal yang tidak masuk akal pun menemani perjalanan rombongan. Malam itu suara tangisan bayi memecahkan suasana perjalanan. Bayi tiga bulan itu, tidak henti-hentinya menangis.
"Bapak anaknya jangan ditaruh di situ, kemarin ada yang meninggal di sana,” ujar seorang tentara kepada Petrus, ayah bayi tersebut.
Sehari sebelumnya, memang ada penumpang yang tewas di dalam kapal sepanjang 45 meter ini. Setelah dipindahkan, anehnya bayi tersebut langsung diam dan tersenyum. ”Di tempat itu masih ada yang di sana dan belum mau pulang kali,” timpal Arif, salah seorang penumpang kapal.
Dari tiga anak Petrus, hanya anaknya yang paling kecil saja yang tidak menangis ketika di tempatkan di lokasi tersebut. “Kedua kakaknya menangis terus,” ujar Petrus kepada okezone.
Petrus bersama keluarganya berencana mengungsi ke Ujungpandang setelah rumahnya hanyut terbawa gelombang tsunami. Dengan sisa uang seadanya dia nekat membawa pergi keluarganya karena khawatir ada bencana susulan.
Malam itu, gelombang air laut cukup besar untuk mengombang-ambingkan kapal yang dinaiki rombongan. Di perjalanan, pintu kamar di beberapa ruangan di dalam kapal beberapa kali terbuka dan daun pintunya terhempas sehingga menimbulkan suara keras.
Situasi di atas cukup aneh mengingat para penumpang dan kru kapal sebelumnya telah menutup pintu-pintu tersebut rapat-rapat. “Mungkin hanya angin saja,” ujar salah seorang warga Mentawai, yang berusaha menenangkan penumpang lain.(ful)