Hal tersebut terbukti dari naiknya posisi Indonesia dari urutan 12 di tahun 2008, menjadi urutan 9 di tahun 2009. Sementara untuk posisi nomor 8 dan 10 diduduki oleh Australia dan Philipina. “Secara keseluruhan, untuk kawasan APJ (Asia Pasifik, Jepang), Indonesia berkontribusi 3% dari total regional kegiatan kejahatan cyber”, papar Albert Lay, selaku Pre-Sales Consultant, Symantec.
Tak hanya itu, untuk serangan Top Web-based berdasarkan lokasi di wilayah Asia Pasific, Indonesia masuk peringkat ke 8, sementara untuk global si peringkat 26.
Untuk jumlah potensi infeksi virus perusak layanan dan aplikasi sekuriti, Sality.AE berdasarkan lokasi dalam kawasan APJ, Indonesia berada di urutan kedua selama tahun 2009. Dengan urutan pertama di India, dan ketiga di China.
Sementara untuk lokasi phishing yang menyasar jasa-jasa finansial, tahun 2009 Indonesia masuk peringkat 9 dan urutan ke 8 untuk negara asal spam.
Untungnya, Indonesia bukan termasuk dalam negara penyerang (spammer) untuk kawasan Asia Pasifik. Negara yang paling banyak melakukan serangan berturut-turut adalah Amerika Serikat, Jepang, Cina, dan Korea Selatan.
Menurut Albert, ancaman serangan akan semakin banyak. “Maraknya pengguna jejaring sosial dan kurangnya penegakan hukum cybercrime dan peningkatan infrastruktur broadband di negara berkembang menjadi penyebab semakin terbukanya kesempatan ancaman cyber”, tuturnya.
Albert menyarankan, dibutuhkan kesadaran akan keamanan dalam menggunakan Internet secara sehat pada kalangan remaja dan yang terpenting, diri sendiri agar terhindar dari kejahatan cyber yang kian merajalela. Pada perusahaan, diperlukan proteksi yang lebih ketat terhadap infrastruktur dan informasi data. Jika perlu, perlu dibuat kebijakan untuk beberapa hal yang berhubungan dengan IT.