Hidayatullah.com--Beberapa bulan terakhir Eropa diguncang berita pelanggaran seksual oleh rohaniawan Katolik atas anak-anak. Kasusnya bukan baru saja terjadi, sebagian adalah kasus lama yang baru terungkap.
Membuat senarai secara kronologis pelanggaran seksual tersebut bukan perkara mudah, selain pelaku dan korban jumlahnya banyak, sebagian besar baru terungkap puluhan tahun kemudian. Di samping itu, seorang anak tidak sekali dua mengalami pelanggaran seksual, ada di antara mereka mengalaminya selama bertahun-tahun.
"Seperti tsunami," kata Elke Huemmeler, Kepala Pencegahan Pelanggaran Seksual di Keuskupan Munich, Jerman, kepada Associated Press, mengomentari banyaknya kasus.
Sejak kapan pelanggaran keji ini terjadi juga tidak diketahui. Namun, karena pelakunya adalah para rohaniwan gereja, kemungkinan besar kasus terjadi sejak gereja itu sendiri berdiri.
Di dunia ini, Katolik Roma adalah denominasi Kristen terbesar. Tidak ada data pasti berapa jumlah pengikutnya. Tapi beberapa laporan menyebutkan, umat Katolik Roma mencapai 1,1 milyar di tahun 1990-an. Hingga kini masih menjadi agama dengan umat terbanyak.
Jika kita buat perkiraan kasar ada 5.000 gereja Katolik di seluruh dunia, dengan satu kasus pelanggaran di setiap gereja setiap tahunnya, maka bisa dibayangkan berapa jumlah kasus yang terjadi selama 10 tahun saja. Padahal, pelanggaran bukan hanya terjadi di gereja, tapi juga di sekolah, seminari dan institusi lain yang dikelola gereja. Pelaku tidak hanya meminta satu korban, di antara mereka bahkan ada yang menggarap 7 anak dari satu keluarga besar.
Kita mulai perjalanan senarai ini dari Irlandia, sebuah negeri di kawasan Eropa yang dikenal relijius, dan Paus Benediktus XVI meminta maaf atas skandal pedofilia secara khusus kepada umat Katolik di sana.
Irlandia
Kasus pedofilia di Irlandia mulai terkuak agak lebar setelah kasus serupa di AS mencuat. Tapi baru pertengahan tahun 2009 pemerintah membuat laporan seputar pelanggaran seks oleh rohaniwan Irlandia. Dalam laporan itu disebutkan, diduga ada 2.000 kasus pelanggaran seks selama lebih dari 60 tahun.
Agak sulit dipercaya, jika selama lebih dari setengah abad, hanya ada 2.000 kasus saja. Sementara Associated Press melaporkan, sejak pertengahan tahun 1990-an tercatat ada 15.000 pengaduan pelanggaran seks yang dilakukan oleh gereja di Irlandia.
Ada pengaduan, berarti ada data yang terungkap. Bagaimana dengan yang tidak mengadu dan tidak terungkap? Karena menurut penyelidikan pemerintah Irlandia yang dirilis Nopember 2009 lalu, diketahui ada kongkalikong antara gereja dengan kepolisian. Mereka sepakat menutupi skandal itu dari mata publik. Tidak tanggung-tanggung, disebutkan bahwa upaya menutupi kasus itu dilakukan secara sistematis. Bukan main, tindak amoral ditutupi oleh dua lembaga terhormat yang seharusnya mengawal moral masyarakat.
Alih-alih ingin mengecilkan ukuran skandal di Irlandia, pejabat Vatikan justru memberikan argumentasi yang memperkuat dugaan bahwa kasus itu bukan kasus kecil. September 2009 mereka pernah bilang, mengutip data statistik, hanya 1,5-5 persen saja dari rohaniwan di seluruh dunia yang terkait dengan kasus pedofilia. Kalau persentasi itu diangkakan, berarti setidaknya 20.000 pastor di seluruh dunia melakukan pelanggaran seksual terhadap anak-anak. Fantastis!
Belanda
Dari Irlandia kita menuju negara yang pernah menjajah Indonesia 350 tahun lamanya, Belanda. Februari lalu, Radio Netherlands mengungkap skandal di sekolah-sekolah Katolik berasrama. Kasus terjadi di tahun 1960an dan 1970an.
Sekolah Katolik berasrama di Belanda terakhir ditutup pada tahun 1981. Meskipun demikian, para alumni yang juga korban tidak pernah lupa akan kejadian yang mereka alami.
Setelah laporan itu diturunkan, setidaknya ada 200 kasus lain yang muncul ke permukaan. Para korban menceritakan pastor yang menistakan mereka, bagaimana para wakil tuhan itu berupaya menutupi perbuatan dosanya, termasuk menghilangkan bukti-bukti.
Belajar dari kegagalan public relation Gereja Irlandia, Gereja Belanda cepat-cepat minta maaf pada 9 Maret 2010 dan memerintahkan penyelidikan. Vatikan memuji kesigapan Gereja Belanda. Tapi publik yang sudah tahu kebiasaan gereja mereka, menilai upaya itu hanyalah taktik, 'gaya Vatikan menutupi masalah'.
Filipina
Di negara ini Katolik merupakan agama mayoritas. Tahun 2002, gereja meminta maaf atas tindak kriminal seksual yang dilakukan oleh ratusan pastornya. Satu tahun kemudian, muncul kasus baru, sehingga 34 pastor diberhentikan.
Australia
Dalam perjalananya ke Negeri Kangguru pada tahun 2008 silam, Paus Benediktus XVI mengecam pelanggaran seksual yang jumlahnya--meminjam istilah Betawi--bejibun, di Keuskupan Australia. Ia hanya bisa menyampaikan keprihatinan dan permintaan maaf.
Paus patut prihatin, karena setelah itu banyak kasus lain mencuat. Sejumlah pastor berubah menjadi pesakitan.
Kanada
Akhir tahun 1980an, ratusan kasus pelanggaran seksual di sebuah panti asuhan di Newfoundland terungkap. Sebuah komite dibentuk guna menyelidikinya, melakukan penuntutan, dan memaksa agar kompensasi bernilai jutaan dikucurkan untuk para korban.
Tahun 1999 James Jickey dari Keuskupan St. John dituntut dan dijatuhi hukuman penjara karena mencabuli bocah-bocah laki-laki. Entah karena tidak punya dana atau enggan membayar, gereja meminta waktu 10 tahun untuk melunasi kompensasi yang harus diberikan kepada korban.
Tahun 2009 akhirnya para hakim memutuskan bahwa gereja secara tidak langsung bertanggung jawab atas tindak kejahatan tersebut.
Amerika Serikat
Tahun 2002 John J. Geoghan diadili karena kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual lainnya atas 130 anak selama ia bertugas sebagai pelayan tuhan di Keuskupan Boston.
Tigapuluh tahun lamanya ia beraksi tanpa ada upaya gereja melaporkannya ke polisi sama sekali. Orangtua korban justru diancam agar menutupi kasus yang menimpa anaknya. Padahal keempat anak seorang ibu yang mengadu ke gereja, semuanya menjadi korban Geoghan selama beberapa tahun.
Gereja akhirnya diharuskan membayar kompensasi lebih dari 2 milyar dollar kepada para korban.
Upaya gereja menutupi skandal Geoghan selama puluhan tahun, merupakan gejala umum yang biasa dijumpai di banyak gereja lain.
Tahun 2008 ketika berkunjung ke Amerika, seperti biasa, Paus menyampaikan permintaan maaf.
Swiss
Di negara mini yang terkenal dengan banknya ini juga terjadi kasus yang sama. Setidaknya ada 60 orang menjadi korban dalam 15 tahun terakhir.
Austria
Maret 1995, seorang mantan siswa menuduh Ketua Konferensi Uskup Austria ketika itu, Kardinal Hans Hermann Groer, melakukan pelanggaran seksual. Vatikan tidak mengambil tindakan keras terhadap Groer. Mereka hanya mengabulkan permohonan pengunduran diri Groer dari jabatannya, yang telah diajukan sebelum kasus itu terungkap.
Meskipun telah menerima pengunduran diri Groer, Vatikan membiarkannya tetap bekerja hingga musim gugur tahun itu. Dengan setengah hati ia menyampaikan permintaan maaf, setelah empat uskup membuat sebuah pernyataan bahwa mereka yakin tuduhan atas Groer benar adanya.
Beberapa hari kemudian, dilaporkan ada seorang pastor yang melakukan pelanggaran seksual atas sekitar 20 anak di wilayah kekuasaannya.
Kasus serupa dikabarkan juga terjadi di sekolah berasrama di Mehrerau Abbey, dan atas anak-anak anggota paduan suara terkenal Vienna Boys' Choir.
Swedia
Pertengahan Desember lalu, seorang pastor yang diajukan ke meja hijau atas pelanggaran seksual kepada dua bocah laki-laki selama perjanan keliling Eropa, dibebaskan dari segala tuduhan. Catatan pengabdian pastor itu selama 31 tahun dinilai bersih.
Namun anehnya, meskipun ia masih menempati posnya di Halland, pastor itu tidak lagi diizinkan berhubungan dengan anak-anak.
Jerman
"Puncak dari gunung es," begitu kata Direktur Canisius College, Klaus Mertes, yang mengungkap pelanggaran seksual atas para siswanya. Selama puluhan tahun para uskup di Jerman menutup mata atas kasus tersebut.
Menurut survei yang dilakukan Spiegel awal bulan Februari lalu atas 27 keuskupan yang ada di Jerman, sedikitnya 94 pastor dan anggota gereja lainnya diduga terlibat pelanggaran seksual anak-anak yang jumlahnya tidak terhitung, sejak tahun 1995.
Sebanyak 24 dari 27 keuskupan menanggapi pertanyaan Spiegel. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa juga menjadi korban.
Sebuah kelompok bernama Round Table for Care in Children's Homes baru-baru ini menerbitkan laporan sementara yang memuat temuan-temuan mengejutkan. Mereka mendapati, banyak pelanggaran seksual atas anak-anak dan orang dewasa yang tinggal di rumah-rumah penampungan yang dikelola gereja sejak tahun 1950an. Separuh dari rumah penampungan itu milik gereja Katolik.
Menurut laporan itu, dalam beberapa bulan terakhir lebih dari 150 korban datang menceritakan pelanggaran seksual yang mereka alami. Salah seorang di antara mereka adalah remaja perempuan berusia 15 tahun. Ketika ia duduk di kursi pengakuan dosa, remaja itu melihat pastornya melakukan mastubasi. Saat dirinya berusaha pergi, seorang biarawati yang mengurus rumah penampungan memukulinya. Hingga saat ini, belum ada penyelidikan yang sistematis atas sekolah, rumah penampungan, dan lainnya yang dikelola gereja Katolik di Jerman. [dija, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]
Membuat senarai secara kronologis pelanggaran seksual tersebut bukan perkara mudah, selain pelaku dan korban jumlahnya banyak, sebagian besar baru terungkap puluhan tahun kemudian. Di samping itu, seorang anak tidak sekali dua mengalami pelanggaran seksual, ada di antara mereka mengalaminya selama bertahun-tahun.
"Seperti tsunami," kata Elke Huemmeler, Kepala Pencegahan Pelanggaran Seksual di Keuskupan Munich, Jerman, kepada Associated Press, mengomentari banyaknya kasus.
Sejak kapan pelanggaran keji ini terjadi juga tidak diketahui. Namun, karena pelakunya adalah para rohaniwan gereja, kemungkinan besar kasus terjadi sejak gereja itu sendiri berdiri.
Di dunia ini, Katolik Roma adalah denominasi Kristen terbesar. Tidak ada data pasti berapa jumlah pengikutnya. Tapi beberapa laporan menyebutkan, umat Katolik Roma mencapai 1,1 milyar di tahun 1990-an. Hingga kini masih menjadi agama dengan umat terbanyak.
Jika kita buat perkiraan kasar ada 5.000 gereja Katolik di seluruh dunia, dengan satu kasus pelanggaran di setiap gereja setiap tahunnya, maka bisa dibayangkan berapa jumlah kasus yang terjadi selama 10 tahun saja. Padahal, pelanggaran bukan hanya terjadi di gereja, tapi juga di sekolah, seminari dan institusi lain yang dikelola gereja. Pelaku tidak hanya meminta satu korban, di antara mereka bahkan ada yang menggarap 7 anak dari satu keluarga besar.
Kita mulai perjalanan senarai ini dari Irlandia, sebuah negeri di kawasan Eropa yang dikenal relijius, dan Paus Benediktus XVI meminta maaf atas skandal pedofilia secara khusus kepada umat Katolik di sana.
Irlandia
Kasus pedofilia di Irlandia mulai terkuak agak lebar setelah kasus serupa di AS mencuat. Tapi baru pertengahan tahun 2009 pemerintah membuat laporan seputar pelanggaran seks oleh rohaniwan Irlandia. Dalam laporan itu disebutkan, diduga ada 2.000 kasus pelanggaran seks selama lebih dari 60 tahun.
Agak sulit dipercaya, jika selama lebih dari setengah abad, hanya ada 2.000 kasus saja. Sementara Associated Press melaporkan, sejak pertengahan tahun 1990-an tercatat ada 15.000 pengaduan pelanggaran seks yang dilakukan oleh gereja di Irlandia.
Ada pengaduan, berarti ada data yang terungkap. Bagaimana dengan yang tidak mengadu dan tidak terungkap? Karena menurut penyelidikan pemerintah Irlandia yang dirilis Nopember 2009 lalu, diketahui ada kongkalikong antara gereja dengan kepolisian. Mereka sepakat menutupi skandal itu dari mata publik. Tidak tanggung-tanggung, disebutkan bahwa upaya menutupi kasus itu dilakukan secara sistematis. Bukan main, tindak amoral ditutupi oleh dua lembaga terhormat yang seharusnya mengawal moral masyarakat.
Alih-alih ingin mengecilkan ukuran skandal di Irlandia, pejabat Vatikan justru memberikan argumentasi yang memperkuat dugaan bahwa kasus itu bukan kasus kecil. September 2009 mereka pernah bilang, mengutip data statistik, hanya 1,5-5 persen saja dari rohaniwan di seluruh dunia yang terkait dengan kasus pedofilia. Kalau persentasi itu diangkakan, berarti setidaknya 20.000 pastor di seluruh dunia melakukan pelanggaran seksual terhadap anak-anak. Fantastis!
Belanda
Dari Irlandia kita menuju negara yang pernah menjajah Indonesia 350 tahun lamanya, Belanda. Februari lalu, Radio Netherlands mengungkap skandal di sekolah-sekolah Katolik berasrama. Kasus terjadi di tahun 1960an dan 1970an.
Sekolah Katolik berasrama di Belanda terakhir ditutup pada tahun 1981. Meskipun demikian, para alumni yang juga korban tidak pernah lupa akan kejadian yang mereka alami.
Setelah laporan itu diturunkan, setidaknya ada 200 kasus lain yang muncul ke permukaan. Para korban menceritakan pastor yang menistakan mereka, bagaimana para wakil tuhan itu berupaya menutupi perbuatan dosanya, termasuk menghilangkan bukti-bukti.
Belajar dari kegagalan public relation Gereja Irlandia, Gereja Belanda cepat-cepat minta maaf pada 9 Maret 2010 dan memerintahkan penyelidikan. Vatikan memuji kesigapan Gereja Belanda. Tapi publik yang sudah tahu kebiasaan gereja mereka, menilai upaya itu hanyalah taktik, 'gaya Vatikan menutupi masalah'.
Filipina
Di negara ini Katolik merupakan agama mayoritas. Tahun 2002, gereja meminta maaf atas tindak kriminal seksual yang dilakukan oleh ratusan pastornya. Satu tahun kemudian, muncul kasus baru, sehingga 34 pastor diberhentikan.
Australia
Dalam perjalananya ke Negeri Kangguru pada tahun 2008 silam, Paus Benediktus XVI mengecam pelanggaran seksual yang jumlahnya--meminjam istilah Betawi--bejibun, di Keuskupan Australia. Ia hanya bisa menyampaikan keprihatinan dan permintaan maaf.
Paus patut prihatin, karena setelah itu banyak kasus lain mencuat. Sejumlah pastor berubah menjadi pesakitan.
Kanada
Akhir tahun 1980an, ratusan kasus pelanggaran seksual di sebuah panti asuhan di Newfoundland terungkap. Sebuah komite dibentuk guna menyelidikinya, melakukan penuntutan, dan memaksa agar kompensasi bernilai jutaan dikucurkan untuk para korban.
Tahun 1999 James Jickey dari Keuskupan St. John dituntut dan dijatuhi hukuman penjara karena mencabuli bocah-bocah laki-laki. Entah karena tidak punya dana atau enggan membayar, gereja meminta waktu 10 tahun untuk melunasi kompensasi yang harus diberikan kepada korban.
Tahun 2009 akhirnya para hakim memutuskan bahwa gereja secara tidak langsung bertanggung jawab atas tindak kejahatan tersebut.
Amerika Serikat
Tahun 2002 John J. Geoghan diadili karena kasus pemerkosaan dan pelecehan seksual lainnya atas 130 anak selama ia bertugas sebagai pelayan tuhan di Keuskupan Boston.
Tigapuluh tahun lamanya ia beraksi tanpa ada upaya gereja melaporkannya ke polisi sama sekali. Orangtua korban justru diancam agar menutupi kasus yang menimpa anaknya. Padahal keempat anak seorang ibu yang mengadu ke gereja, semuanya menjadi korban Geoghan selama beberapa tahun.
Gereja akhirnya diharuskan membayar kompensasi lebih dari 2 milyar dollar kepada para korban.
Upaya gereja menutupi skandal Geoghan selama puluhan tahun, merupakan gejala umum yang biasa dijumpai di banyak gereja lain.
Tahun 2008 ketika berkunjung ke Amerika, seperti biasa, Paus menyampaikan permintaan maaf.
Swiss
Di negara mini yang terkenal dengan banknya ini juga terjadi kasus yang sama. Setidaknya ada 60 orang menjadi korban dalam 15 tahun terakhir.
Austria
Maret 1995, seorang mantan siswa menuduh Ketua Konferensi Uskup Austria ketika itu, Kardinal Hans Hermann Groer, melakukan pelanggaran seksual. Vatikan tidak mengambil tindakan keras terhadap Groer. Mereka hanya mengabulkan permohonan pengunduran diri Groer dari jabatannya, yang telah diajukan sebelum kasus itu terungkap.
Meskipun telah menerima pengunduran diri Groer, Vatikan membiarkannya tetap bekerja hingga musim gugur tahun itu. Dengan setengah hati ia menyampaikan permintaan maaf, setelah empat uskup membuat sebuah pernyataan bahwa mereka yakin tuduhan atas Groer benar adanya.
Beberapa hari kemudian, dilaporkan ada seorang pastor yang melakukan pelanggaran seksual atas sekitar 20 anak di wilayah kekuasaannya.
Kasus serupa dikabarkan juga terjadi di sekolah berasrama di Mehrerau Abbey, dan atas anak-anak anggota paduan suara terkenal Vienna Boys' Choir.
Swedia
Pertengahan Desember lalu, seorang pastor yang diajukan ke meja hijau atas pelanggaran seksual kepada dua bocah laki-laki selama perjanan keliling Eropa, dibebaskan dari segala tuduhan. Catatan pengabdian pastor itu selama 31 tahun dinilai bersih.
Namun anehnya, meskipun ia masih menempati posnya di Halland, pastor itu tidak lagi diizinkan berhubungan dengan anak-anak.
Jerman
"Puncak dari gunung es," begitu kata Direktur Canisius College, Klaus Mertes, yang mengungkap pelanggaran seksual atas para siswanya. Selama puluhan tahun para uskup di Jerman menutup mata atas kasus tersebut.
Menurut survei yang dilakukan Spiegel awal bulan Februari lalu atas 27 keuskupan yang ada di Jerman, sedikitnya 94 pastor dan anggota gereja lainnya diduga terlibat pelanggaran seksual anak-anak yang jumlahnya tidak terhitung, sejak tahun 1995.
Sebanyak 24 dari 27 keuskupan menanggapi pertanyaan Spiegel. Tidak hanya anak-anak, orang dewasa juga menjadi korban.
Sebuah kelompok bernama Round Table for Care in Children's Homes baru-baru ini menerbitkan laporan sementara yang memuat temuan-temuan mengejutkan. Mereka mendapati, banyak pelanggaran seksual atas anak-anak dan orang dewasa yang tinggal di rumah-rumah penampungan yang dikelola gereja sejak tahun 1950an. Separuh dari rumah penampungan itu milik gereja Katolik.
Menurut laporan itu, dalam beberapa bulan terakhir lebih dari 150 korban datang menceritakan pelanggaran seksual yang mereka alami. Salah seorang di antara mereka adalah remaja perempuan berusia 15 tahun. Ketika ia duduk di kursi pengakuan dosa, remaja itu melihat pastornya melakukan mastubasi. Saat dirinya berusaha pergi, seorang biarawati yang mengurus rumah penampungan memukulinya. Hingga saat ini, belum ada penyelidikan yang sistematis atas sekolah, rumah penampungan, dan lainnya yang dikelola gereja Katolik di Jerman. [dija, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]