Borobudur terletak di pulau Jawa, berjarak 40 km sebelah barat laut kota Yogyakarta, ia merupakan stupa tertua dan juga kompleks stupa terbesar di dunia. Namanya tercatat sebagai pewarisan budaya dunia oleh UNESCO dan dianggap sebagai salah satu dari tujuh keajaiban dunia. Borobudur didirikan pada abad ke 8 dan 9, kemungkinan oleh dinasti Syailendra yang kala itu memerintah pulau Jawa, pembangunan proyek tersebut berlangsung selama 75 tahun.
Konon raja Asoka-India pernah membagi relik (salira) dari Buddha Sakyamuni menjadi 84.000 butir dan menyebarkan serta menguburnya di seluruh pelosok dunia. Demi menyimpan sarira asli dari Buddha Sakyamuni, kerajaan Syailendra telah memobilisasi beberapa puluh ribu orang, barulah menyelesaikan bangunan indah nan megah dan berskala besar tersebut.
Borobudur berbentuk piramida berundak, terbagi atas 9 lapis lantai, 6 lantai bagian bawah berbentuk platform bujur sangkar, lingkaran terluarnya dipenuhi dengan galeri relief, merupakan gudang pusaka seni pahat yang tersohor di dunia, dengan panjang seluruhnya mencapai 2,5 km, sehingga Borobudur bersama dengan piramida Mesir, Tembok Besar-Tiongkok dan Angkor Wat-kambodja dinamakan sebagai 4 keajaiban kuno dari timur. Ia tersusun oleh 1.600.000 buah batu cadas gunung berapi dan dibangun di atas bukit cadas kerdil dengan 265 m ketinggian dari atas permukaan laut, adalah stupa Buddha tunggal terbesar di dunia. Asal muasal nama “Borobudur” diperkirakan dari bahasa Sansekerta yakni “Vihara Buddha Ur”, yang bermakna “kuil Buddha dari puncak gunung”.
Sebuah patung Buddha dengan posisi simpul tangan/mudra: Mudra Memutar Roda Hukum / Dharmacakramudra. (wikipedia)
Pada 1006 dalam sebuah letusan dahsyat gunung berapi, Borobudur terkubur di bawah berlapis-lapis abu gunung berapi, situs kuno agama Buddha yang terkubur dan terlelap dalam tidurnya hingga pada suatu hari di tahun 1814 baru ditemukan kembali dari balik lebatnya hutan belantara tropis. Kala itu Raffles wakil gubernur Inggris untuk Jawa yang sedang menduduki pulau Jawa, mendengar cerita para pemburu dan penduduk tentang sebuah candi besar yang tersembunyi di dalam hutan belantara, maka ia mengutus insinyur WN-Belanda untuk melakukan survey, akhirnya Borobudur melihat kembali sinar sang surya. Pada 1973 melalui bantuan Unesco, yang melancarkan restaurasi berskala besar barulah Borobudur memancarkan wajahnya seperti yang terlihat hari ini.Kenapa Borobudur 100 tahun setelah selesai dibangun orang-orang Jawa tidak berkunjung lagi ke tempat tersebut, bahkan telah mencampakkan komplek tersebut, hingga kini masih saja merupakan sebuah misteri.
Relief Menunjukkan Taraf Alam Tiga Dunia
Karakter manusia di dalam tiga dunia agama Buddha, Kamadhatu, Rupadhatu dan Arupadhatu yang terpampang pada relief.
Borobudur terutama terdiri dari tiga bagian yakni: fondasi candi, badan candi dan puncak candi; fondasi candi bertengger di sebuah dudukan berbentuk bunga lotus raksasa, pada dindingnya terukir relief yang masing-masing mewakili pemandangan taraf alam tiga dunia ajaran agama Buddha, Kamadhatu Rupadhatu dan Arupadhatu. Di dalam Kamadhatu manusia tak dapat melepaskan dirinya dari berbagai nafsu keinginan dan kegelisahan dimana masih eksis dunia surga/kenikmatan, dunia manusia ‘yang berakal budi’, dunia asyura/angkara murka, dunia margasatwa/nafsu hewani, dunia kelaparan/keserakahan, dunia kesengsaraan/penderitaan; di dalam dunia Rupadatu, manusia telah melepas segala nafsu dan telah mengurangi banyak aneka kegelisahan, tetapi masih eksis bentuk; sesampainya di Arupadhatu, kegelisahan meski masih eksis, tetapi bentuk tak terlihat lagi.Borobudur memiliki 4 pintu masuk pada empat sisinya, pintu-pintu tersebut dijaga oleh 32 singa-batu. Pintu masuk utama terletak di timur, cerita relief juga dimulai dari titik tersebut. Setiap tingkat juga mewakili sebuah taraf alam kultivasi, dimulai dari tingkat terbawah yang mewakili dunia Kamadhatu, relief di sekitarnya melukiskan norma-norma moralitas di dunia, mempropagandakan siklus sebab-akibat, reinkarnasi, melukiskan penderitaan neraka dan kebahagiaan jalan ke surga serta fragmen kehidupan; kemudian pada lantai/terrace pertama tentang kelahiran sang Buddha dan kisah perjalanan hidupnya, selanjutnya adalah sejumlah plot dari dalam kitab Buddha tertera pada beberapa lantai/terrace. Berjalan menyusuri galeri pada lantai terbawah bertahap menuju ke atas, bagaikan perjalanan dari dunia fana melangkah ke dunia Sukhavati (kebahagiaan absolut). Para penganut melangkahkan kakinya sambil menyimak berbagai sudut pandang/taraf alam setelah berhasil dalam pelepasan keterikatan di dalam perjalanan kultivasinya, sang arsitek berharap relief-relief itu bisa menuntun manusia dalam memperoleh hikmah pencerahan, setelah melihat ribuan relief yang terpampang, melepas belenggu dunia fana, tibalah di titik pusat, berupa stupa besar yang melambangkan sang Buddha, keadaan tiba-tiba berubah terbuka-lepas, bentuk candi dari persegi menjadi 3 tingkat platform/terrace bulat dan di atasnya terdapat 72 buah stupa, bagaikan bintang-bintang yang mengerumuni rembulan berupa stupa besar di titik sentral.
Patung Buddha di puncak Borobudur dan stupa sarira
Bentuk bujur sangkar dengan ukiran yang detil dan halus di dunia Rupadhatu, di dunia Arupadhatu telah berubah menjadi bentuk bulat yang tak berhias, ini melambangkan orang-orang yang semula terikat dengan nafsu dan rupa dari dunia Rupadhatu telah berhasil menyeberang ke dunia Arupadhatu. Selain cerita tentang alam semesta dari agama Buddha yang terpahat di atas batu, Borobudur juga mempunyai sejumlah patung Buddha dengan posisi tegap duduk bersila-ganda di atas dudukan berbentuk bunga lotus, mereka tersebar di badan candi berbentuk bujur sangkar sebanyak 5 lantai dari (dunia Rupadhatu) dan 3 lapis lantai berbentuk bulat di puncak stupa yakni dunia Arupadhatu. Masing-masing patung Buddha di badan candi tersebut disemayamkan di dalam cekukan dinding, mengelilingi sisi luar pagar, seiring dengan luasan yang semakin menyempit, jumlah patung Buddha juga semakin berkurang. Patung-patung tersebut dilihat sekilas berbentuk sama, namun posisi mudra (simpul-tangan) mereka ternyata berlainan. Patung Buddha di badan candi dan di puncak candi total berjumlah 504 buah, 300 diantaranya rusak sebagian (kebanyakan hilang kepalanya), sedangkan sebanyak 43 buah hilang tak berbekas.
Imbalan Sebab Akibat Mengingatkan Manusia Di Bumi
Fondasi candi adalah sebuah bangunan berbentuk bujur sangkar dengan panjang 123 m dan tinggi 4 m, pada 1885 di bawah fondasi candi telah ditemukan sebuah relief tersembunyi, 160 diantaranya adalah relief yang melukiskan realita dunia fana (Kamadhatu), relief mengisahkan kehidupan riel orang zaman dahulu, ada tentara, pemijat, anak kecil, wanita, pendoa dan melukiskan imbalan hukum sebab akibat agama Buddha, di antaranya terdapat sebuah relief yang menggambarkan orang yang tidak menjaga perkataannya, dimana-mana mencipta gossip tak terasa telah berbuat dosa, mulut orang-orang tersebut ditonjolkan dengan cara penyajian hiperbol, guna mengingatkan manusia agar berkultivasi mulut dan mengakumulasi kebajikan.
Puncak candi berjarak 35 m dari atas tanah, dibentuk oleh massa silindris dengan titik poros sama dan berjumlah 3 tingkat, pada setiap tingkat didirikan satu lapis stupa yang berlubang-lubang, patung Buddha diletakkan di dalam stupa sarira berbentuk lonceng, konon apabila dapat menyentuh patung di dalam stupa tersebut bisa mendatangkan rezeki, maka itu para turis acapkali melalui lubang tersebut berusaha menyentuh patung Buddha memohon berkah (dikatakan cara menyentuhnyapun tidak sama untuk pria dan wanita, jika tidak, tak akan efektif).
Sesungguhnya candi secara utuh sudah memberitahu manusia bahwa “Segala hukum yang dilakukan dengan niat disengaja, bagaikan gelembung impian.” Hanya melalui kultivasi hatilah baru bisa mencapai puncak paling atas dari kehidupan, juga baru bisa menapaki puncak dari candi bulat.
Perbandingan Candi Mengandung Kalender Dan Ilmu Falak Serta Konsep Alam Semesta
Legenda Jawa menganggap Gunadharma adalah insinyur pembangun Borobudur. Siapa dia, hanya sedikit diketahui orang. Satuan yang ia pergunakan dalam masa proyek disebut Tala, adalah jarak rambut pada dahi hingga ke dasar dagu, atau merentangkan semaksimal mungkin ibu jari dan jari tengah maka jarak antara dua jari itulah. Meski satuan panjang seperti itu setiap orang bisa tidak sama, tetapi ukuran candi ternyata sangat presisi. Statistik pada 1977 ditemukan bahwa setiap bagian candi membentuk perbandingan 4 : 6 : 9. Kemudian orang-orang di candi Pawon dan Mendut yang tak jauh dari Borobudur telah menemukan perbandingan yang sama. Para ilmuwan menduga perbandingan ini mengandung makna pengkalenderan, ilmu falak dan konsep alam semesta, seperti halnya Angkor Wat di Kamboja.
Borobudur adalah hasil karya tak ternilai di dalam kebudayaan agama Buddha, seluruh bangunan menggunakan 550.000 m3 bebatuan. Permukaan reliefnya ada yang mengisahkan sesuatu hal, ada juga yang hanya berupa hiasan; ada yang mengisahkan agama Buddha, ada pula dongeng rakyat, figur orang-orang tersebut sangat hidup, dengan struktur rumit dan proporsi yang tepat.
Dari dasar candi hingga ke puncak, telah menceritakan kisah perjalanan seorang manusia biasa yang berkultivasi menjadi Buddha Tatagatha. Terdapat total 504 buah patung Buddha dengan pose tangan berlainan, yang masing-masing ditempatkan ke dalam stupa dan di dalam candi sarira yang terdapat di puncak candi, juga terdapat 1.460 buah relief cerita, 1.212 buah relief hiasan, panorama yang indah megah, ia adalah kelompok candi Buddha yang terbesar, juga situs kebudayaan umat manusia yang agung.
Tepat 3 tahun lalu pada Mei 2006, sebuah gempa tektonik 6,2 skala Richter mengguncang hebat wilayah pesisir selatan Jawa Tengah. Menimbulkan kerugian tewas dan terluka dan kerusakan parah pada sebagian kota Yogyakarta akan tetapi Borobudur masih tetap tegar berdiri dengan tenteram
sumber:http://serba-dunia.blogspot.com