Kitab Kuning, Masterpieces Dunia Islam Yang Kini Sering Diabaikan

Kontrol KITAB KUNING Dulu dan Sekarang

Kitab kuning atau kata lain dari kitab klasik adalah istilah kitab-kitab berbahasa arab, yang dicetak dengan kertas berwarna kuning (karena belum ada kertas putih seperti sekarang) dengan alat cetak sederhana, monoton, kaku, dan cenderung kurang nyaman dibaca. Kitab-kitab ini seringkali tidak dijilid, melainkan hanya dilipat saja dan diberi cover dengan kertas yang lebih tebal.
Sejalan dengan maraknya modernisasi, penistaan kitab kuning semakin menjadi-jadi; dikatakan sebagai tidak sistematis, kuno, kolot. Sesungguhnya ini adalah bentuk interpretasi, kontekstualisasi ajaran Islam yang termaktub dalam Al Quran dan Sunnah, yang dilakukan oleh ulama sepanjang abad dan di seluruh belahan dunia Islam. Di Jepang misalnya, telah melakukan penepisan itu dengan menempatkan kitab kuning dalam wacana ilmu pengetahuan kontemporer,  diuji secara materi tidak kalah bermutu dengan pemikiran modern. Karena itu seseorang tidak mungkin mendapat gelar ulama atau kiai tanpa menguasai kitab dasar tersebut yang sering disebut kutubul muktabarah (kitab yang otoritatif), buku wajib bagi santri dan ulama pesantren. Sama dengan istilah warisan ilmu  dari guru-guru yang mengajar. Apa yang disampaikan oleh guru pertama, kedua dan seterusnya tidak akan jauh berbeda karena ada masterpieces (karya tulis) yang mengikat ilmu-ilmu tersebut.
Pusat pendidikan Islam dengan kajian-kajian kitab kuning pertama kali adalah langgar, masjid atau rumah sang guru, di mana murid-murid duduk di lantai menghadap sang guru dan mengaji. Menurut Zuhairini (1997:212), tempat-tempat pendidikan Islam nonformal inilah yang menjadi embrio  terbentuknya system pondok pesantren. Indonesia memiliki ribuan lembaga pendidikan Islam yang dikenal sebagai dayah dan rangkang di Aceh, surau di Sumatera Barat, dan pondok pesantren di Jawa. Setiap pondok pesantren harus memiliki unsur-unsur pokok yaitu kyai, masjid, santri, pondok dan kitab kuning. Itulah mengapa nama kitab kuning selalu dikaitkan dengan pesantren.
Pondok pesantren yang telah diperkenalkan di Jawa sekitar 500 tahun yang lalu memainkan peran penting dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa. Juga pada zaman penjajahan Belanda, hampir semua peperangan melawan pemerintah colonial Belanda mendapat dukungan penuh dari Pesantren. Banyak kebijakan pemerintah Belanda yang merugikan pesantren. Mereka mendirikan Priesterreden (Pengadilan Agama) yang bertugas mengawasi kehidupan beragama dan pendidikan pesantren. Dampak kebijakan ini membuat kekuatan pesantren sebagai pusat pendidikan Islam di Indonesia menurun. Para pemuda yang ingin mengikuti pendidikan pesantren semakin kecil, sehingga banyak pesantren-pesantren kecil yang mati sebab santrinya kurang cukup banyak.  Namun demikian, bisa dilihat data pondok pesantren tahun 1942 dan 1978 yang mencerminkan pesat dan tetap kuatnya pesantren di Jawa dan Madura walaupun dirugikan oleh kebijakan-kebijakan Belanda.
Tahun 1942 (Survai Kantor Urusan Agama),
  Propinsi Daerah    Jumlah Pesantren dan Madrasah    Jumlah Santri
Jakarta    167    14513
Jawa Barat    1046    69954
Jawa Tengah    351    21957
Jawa Timur    307    32931
Jumlah    1871    139415
  Sumber (Dhofier, 1985:40)

Tahun 1978 (Laporan Departemen Agama RI)

  Propinsi Daerah    Jumlah Pesantren dan Madrasah    Jumlah Santri
Jakarta    27    15767
Jawa Barat    2237    305747
Jawa Tengah    430    65070
Jawa Timur    1051    290790
Jumlah    3745    6753664
Sumber (Hasbullah, 1999:140)

Di pesantren, pengajaran kitab kuning memakai dua sistem. Pertama, system sorogan (individual) dan wetonan (kolektif). Kedua sistem ini masih tetap dilakukan sampai sekarang untuk mempertahankan pengajaran kitab-kitab klasik sebagai inti pendidikan di pesantren. Walaupun sebagian pesantren berorientasi modern,  mereka tetap berusaha mengabadikan sejarah dengan mengintegrasikan system salafi dan sekolah formal (madrasah).
Hingga kini, kitab-kitab kuning masih tinggi pangsa pasarnya.Pondok Pesantren Al Kausar, Sentani, Irian Jaya juga memakai kitab-kitab kuning. Karena sulit mencari kitab-kitab tersebut, Al Kausar sendiri harus memesan dari Jawa. Kiai Nawawi Banten menulis lebih dari dua ratus kitab yang dibaca oleh umat Islam seluruh dunia, Kiai Mahfudz termas yang mengarang kitab Manhaj Dawinnadzar di bidang ilmu hadits yang menjadi buku wajib di beberapa universitas di Mesir. Sementara Kiai Ihsan Jampes sendiri yang tidak pernah keluar belajar di Timur Tengah kitab-kitabnya menjadi bacaan umat islam di Asia, Afrika, dan Eropa. Bagi orang yang memiliki dasar kemampuan membaca dan memahami kitab kuning bisa mendapatkan beasiswa dari PBNU ke Timur Tengah (Al-Azhar Mesir, Sudan, Suriah, Maroko).
Bertahun-tahun perkembangan kitab kuning (klasik) selalu memiliki kemajuan. Bagi mahasiswa muslim seperti kita tidak hanya mengkajinya dari sumber kitabnya langsung, tapi mereka lebih suka mengakses kitab-kitab ini di dunia cyber  yang merupakan dunia ultra modern lewat situs-situs atau website tertentu seperti http://www.almeshkat.net/, http://www.nunihon.org/, http://www.ngajisalaf.web.id, http:/www.kotasantri.com/, http://www.almuhajir.net/, dan banyak lainnya. Hadirnya situs-situs tersebut memberikan nuansa baru bagi para pembaca kitab kuning.. Dengan  demikian berbagai kitab yang disajikan mulai dari Ulumul Qur’an, ilmu tafsir, musthalah hadists, fikih, tasawuf , aqidah, tata bahasa arab, sastra, ilmu faraid, ilmu falak, ilmu kedokteran , nasehat termasuk cerita dan hikayat, bisa dibuka siapa saja bahkan bisa di down load  secara gratis. Kemudahan yang diberikan situs ini, sebab seseorang yang ingin  membaca kitab tertentu tinggal membuka situs ini, tidak harus meminjam di perpustakaan, pesantren atau pada kyai tertentu.
Kini tersedia juga software kitab kuning bernama Al-Maktabatusy Syamilah, Al-Ishdar 2 (pustaka lengkap,  versi 2) dan terdiri dari 1800 kitab, dikelompokkan dalam 29 bidang keilmuan. Daftar bidang ilmu dan Jumlah kitabnya bisa dilihat lebih jauh di http://www.almeshkat.net/. Semua kitab tersebut telah termuat lengkap dalam software ini,  oleh karena it ukurannya sangat besar, Hard Disk yang dibutuhkan minimal 4,2 Giga Byte.
Software ini memuat berbagai kitab dalam berbagai bidang. Di bidang tafsir (52 kitab), Ulumul Qur'an (43 kitab), Fiqih 4 madzhab (19 kitab), Madzhab Imam Maliki ( 14 kitab),  tasawuf , ushul Fiqih, Mustholah hadits dan bidang lainnya hingga 29 kelompok. Kemampuan utama software ini bisa membuka kitab apapun berdasar juz dan halamannya, berdasar index atau bidang ilmunya, dan bisa langsung menulis judul kitabnya.
Tradisi kajian kitab di lingkungan mahasiswa, pada bulan Ramadhan misalnya, tiap masjid, organisasi islam, dan instansi keagamaan lainnya mengadakan kegiatan pesantren kilat dengan kajian macam-macam kitab kuning. Mahasiswa yang memiliki potensi besar dengan kematangan jasmani, emosi dan akalnya diharapkan mampu menggunakan life skill nya sebagai mahasiswa muslim sebenarnya setelah mengkaji kitab kuning.
Rata-rata tiap perguruan tinggi islam memang memiliki kurang lebih 70 % berlatar belakang pesantren atau pernah mempelajari kitab kuning dan hampir tiap perguruan tinggi di kota-kota besar Indonesia, mahasiswanya bertempat di pesantren. Tidak diragukan pula UIN Malang sendiri,  seluruh mahasiswanya pernah mempelajari kitab kuning karena eksistensi dan system ma'had-nya.

Dulu, orang-orang atau santri yang mempelajari kitab kuning, sebagai hasil kodifikasi hukum Islam untuk senantiasa diaplikasikaan dalam kesehariannya. Apa yang tertera dalam kitab kuning mereka ketahui sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Khalik. Dengan keikhlasan dan kepatuhan mereka pada kyai, mereka membawa pesan moral kitab-kitab yang pernah mereka pelajari semata-mata karena Allah SWT
Namun realita kini, sebagian mahasiswa yang pernah mempelajari kitab kuning ataupun belum pernah sama sekali (awam) terlihat serupa. Nilai-nilai keagamaan yang telah dienyam selama bertahun-tahun luntur dengan masuknya paham-paham  liberalisme, sekulerisme, materialisme dan permisifisme (paham serba boleh) merupakan pangkal dari kerusakan moral dan akhlaq ummat manusia saat ini. Hingga akhirnya, kitab-kitab kuning yang pernah dipelajari, kini hanya menjadi wacana dan perdebatan semata.