Bank Syariah Yang Dinilai Menodai Prinsip Syariah

Penyelesaian kasus sengketa perbankan syariah yang dilakukan secara sepihak oleh Bank Syariah Mega Indonesia (BMSI) dinilai telah menodai prinsip-prinsip perbankan syariah. Salah satunya adalah pelaksanaan eksekusi terhadap asset nasabah yang diagunkan dalam akad musyarakah (kerjasama) dengan BMSI.

Dalam penyelesaian sengketa terhadap salah seorang nasabahnya, HM Logika, pemilik CV Miskasari, warga Jl Kyai Damar No. 2 Semarang, Bank Mega Syariah melakukan lelang tiga asset miliknya yang diagunkan. “Sesuai prinsip-prinsip syariah eksekusi tidak bisa dibenarkan, karena dalam prinsip musyarakah yaitu akad kerja bagi untung dan bagi rugi,” jelas HM Logika kepada wartawan, kemarin.

Ditambahkan HM Logika, sesuai pasal 19 ayat 1 juncto penjelasan pasal 19 UU nomor 21 tahun 2008 tentang perbankan syariah, bahwa sesuai akad kerjasama diantara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dengan masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan keuntungan akan dibagi sesuai kesepakatan. Sedangkan kerugian ditanggung sesuai dengan porsi dana masing-masing.

Sesuai akad kerjasama yang disepakati, ditentukan bahwa bagi hasil sebesar 90% untuk BMSI dan 10% untuk CV Miskasari. “Dalam praktiknya, Bank Mega Syariah telah melakukan pelanggaran dengan melakuan debet bunga di rekening CV Mirkasari sebesar Rp 60 juta per bulan. Bahkan Rp 34 juta untuk pembayaran selama 17 hari, dari 11 April 2008 hingga 28 April 2008,” imbuh Logika.

Menurutnya, apa yang dilakukan BMSI tersebut menjadikan prinsip bagi hasil tidak berjalan, tetapi BMSI menetapkan bunga secara sepihak. Apalagi, karena kondisi perusahaan yang sedang sulit, Logika hanya mampu membayar bagi hasil Rp 15 juta. Namun hal itu ditolak.

Pihak Bank Mega Syariah malah memaksa untuk melelang aset VC Miskasari. Puncaknya terjadi pada 3 Maret 2009, saat aset agunan miliknya yang dijaminkan dalam akad ini dilelang oleh Bank Mega Syariah dan aset ini dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Agustus tahun yang sama.

Sengketa HM Logika dan BMSI ini berawal saat kedua pihak melakukan akad musyarakah dengan pihak Bank Mega Syariah cabang Semarang, pada 11 April 2008. Selaku pemilik CV Miskasari, HM Logika mengajukan kerjasama pembiayaan usaha dengan akad musyarakah dengan Bank Mega Syariah, yang oleh pihak bank yang dimaksud bakal memperoleh fasilitas pembiayaan hingga Rp 7 miliar.

"Hanya saja, saat akad musyarakah yang ditandatanganinya hanya Rp 5 miliar. Itupun dengan redaksional fasilitas ini sementara untuk megambil alih kredit di BNI Syariah. Pasalnya saat akan melaksanakan akad saya masih tercatat sebagai debitur BNI Syariah," terangnya.

Ternyata sisa Rp 2 miliar tak kunjung diberikan. Demikian pula ketika usahanya mengalami kesulitan pihak bank ini tak berupaya memberikan solusi. Yang membuat HM Logika kaget besaran tanggungan CV Miskasari justru kian bertambah, dari Rp 5 miliar menjadi Rp 5,2 miliar pada Februari 2009 dan Rp 5,5 miliar pada Mei 2009.

Padahal, jelas Logika dana Rp 2 miliar tersebut sedianya akan digunakan untuk membayar barang-barang dagangan kepada pihak supplier. “Karena tak kunjung cair, otomatis supplier mengalihkan kepada pihak lain,” imbuh Logika. Terlebih dengan pengumuman lelang yang dilakukan BMSI di media massa, yang semakin menjatuhkan posisinya.
Terhadap eksekusi tiga asset miliknya, masing-masing di Banyumanik, Tlogosari, dan Pasar Johar, Logika menilai cacat hukum. "Kami menilai eksekusi ini cacat hukum. Karena bukan menjadi kewenangan PN Semarang. Kami juga sudah menyepakati penyelesaian melalui Basyarnas (Badan Syariah Nasional) Jateng," ujarnya.

Anehnya lagi perjanjian kerjasama ini senilai Rp 5 miliar, sementara aset CV Miskasari mencapai 7 miliar. Namun oleh Bank Mega Syariah aset ini hanya dilelang dengan nilai Rp 3,675 miliar dan ia masih harus menanggung sisa kekurangannya. Upaya ini kemudian ditindaklanjuti dengan eksekusi oleh PN Semarang pada 20 Agustus 2009.
Karena itu kami menilai eksekusi ini cacat hukum. Pasalnya yang berhak mengeksekusi dalam permasalahan ini hanya Pengadilan Agama. Sehingga ada perlakuan hukum yang beda dalam upaya penyelesaian sengketa perbankan syariah ini.

Terpisah Ketua LPKSM, Anton menyampaikan apa yang dilakukan oleh Bank Mega Syariah merupakan perseden buruk bagi perbankan syariah. Pasalnya, prinsip bank syariah adalah menghindari riba. “Kami berharap Basyarnas lebih berani melakukan kewenangannya,” ujarnya. (ichwwan)

Berita ini sudah dimuat di koran, HARIAN SEMARANG, EDISI 7-4-2010.


Sumber :