Potret Kehidupan Mbah Saimin, Digigit Ular, Ularnya Yang Mati


Ada sedikit kisah unik dari Mbah Saimin. Dia memiliki kekebalan terhadap racun binatang berbisa. Ular atau binatang berbisa yang menggigit atau menyengat pria yang diperkirakan berusia lebih seabad ini akan bernasib buruk."Serius ini, ularnya justru yang mati," kata Samidi (60), salah warga setempat sekaligus pemilik lahan yang ditempati Saimin, pada detiksurabaya.com, Jumat (29/4/2011).
Samidi mengaku tidak tahu kenapa hewan berbisa itu mati setelah menggigit Mbah Samin. "Digigit anjing liar juga tidak apa-apa. Tuhan memang maha adil," ujarnya.
Mbah Saimin adalah pria cacat fisik dan tinggal dibekas bangunan kamar mandi. Meski begitu, Mbah Saimin, warga Dusun Kaliboyo, Desa Keradenan, Kecamatan Purwoharjo,
Banyuwangi ini tetap tegar dengan kehiudpan yang ia jalani.Dia tidak pernah pernah memelas atau mengemis untuk memenuhi rasa laparnya. Mbah Saimin akan makan bila ada kiriman nasi dari warga atau Samidi.
Mbah Saimin rela mengganjal rasa lapar dengan air. Uniknya, Saimin tak memilih air. Air diwadah kotor pun tak segan ia minum. Seperti air bekas untuk mencucui piring, atau air yang ditampung di botolnya yang dipenuhi lumut.

Saimin, lanjut Samidi, juga memiliki keunikan lainnya. Di waktu malam, Saimin kerap nembang Jawa (macopat), bercerita layaknya dalang wayang kulit hingga hari menjelang pagi. Seolah menikmati dan ingin mengusir rasa sepi yang menyergapnya.
Lantas apa sebenarnya alasan Saimin memilih hidup dibekas kamar mandi rumah majikannya sejak delapan tahun silam ini? Kakek yang mengaku pernah dipaksa oleh Jepang untuk menjadi tentara PETA ini, menjawab dengan singkat.
"Wes kadung mancep jeru ning kene (Sudah terlanjur lama disini)," jawab Mbah Saimin singkat, dengan bahasa Jawa.

Kisah Mbah Saimin Manula yang Hidup Sebatang Kara Dibekas Kamar Mandi

Tak terbayang bagaimana rasanya hidup sebatang kara, cacat fisik dan tinggal dibekas bangunan kamar mandi. Namun itulah yang dijalani Mbah Saimin, warga Dusun Kaliboyo, Desa Keradenan, Kecamatan Purwoharjo, Banyuwangi.

Prihatin sekaligus menyedihkan, melihat Mbah Saimin menjalani kehidupannya. Gubuk tempat tinggalnya terletak di tengah ladang milik warga setempat. Karena bekas kamar mandi, di dalamnya terdapat bak penampung air sedalam setengah meter.
Bak tersebut dimanfaatkan oleh pemilik lahan untuk menyimpan alat-alat pertanian. Hanya ada lantai selebar badan orang dewasa sebagai ruang. Lantai itulah yang dimanfaatkan Mbah Saimin untuk melepas lelah setelah beraktifitas.

Itupun, kakek yang usianya diperkirakan lebih seabad ini, harus berbagi dengan tumpukan karung pupuk bekas.Dikala hari mulai berganti, Mbah Saimin hanya berteman dengan gelapnya malam. Digubuknya tak ada listrik atau sekedar lampu tempel sebagai penerangan. Jika hujan turun, air akan masuk melalui celah-celah atap genteng yang lapuk.
Secara materi tak satu pun harta benda berharga yang ada. Hanya beberapa lembar pakaian yang sudah kumal dan kusam. Rata-rata sudah sobek. Celana yang dipakainya pun tak pernah berganti. Sepertinya celana itu memang satu-satunya yang dimiliki.

Hartanya yang paling berharga hanyalah ingatannya yang masih kuat. Serta tubuhnya yang menurut warga memiliki imunitas yang luar biasa. Banyak warga bercerita, Saimin tak pernah terlihat mengalami sakit. Walau polda hidupnya diluar kebiasaan orang pada umumnya.
"Alhamdulillah ia tidak pernah sakit, meski hidup seperti itu," jelas Samidi (60), salah warga setempat sekaligus pemilik lahan yang ditempati Saimin, pada detiksurabaya.com, Jumat (29/4/2011).
Gubuk tempat tinggal Saimin itu awalnya adalah kamar mandi dari rumah warga bernama Dugel. Dugel seorang tuan tanah kaya di Desanya. Saimin salah seorang yang bekerja padanya. Setelah Dugel meninggal, Saimin tetap setia bekerja pada ahli warisnya.
Bahkan kesetiaan itu berlanjut hingga empat generasi. Samidi, pemilik lahan yang ditempati Saimin, adalah generasi keempat (satu-satunya) itu. Karena termakan usia dan pertimbangan keselamatan juga, akhirnya rumah tersebut dibongkar oleh Samidi.
Selanjutnya tanah yang ada disulap menjadi ladang pertanian. Ditanami berbagai tanaman, mulai jeruk, pepaya dan sayuran. Sebelumnya, Saimin oleh Samidi saat itu diajak tinggal bersama di rumah barunya. Namun Mbah Saimin menolak secara halus.

"Sebetulnya saya kasihan sama dia. Nanti dikira sama orang saya yang tidak tahu diri. Padahal tidak. Tapi bagaimana lagi? Lah wong dia-nya tidak mau, dipaksa juga tambah nesu (marah,red)," ucap Samidi yang menyebut pribadi Saimin sosok yang misterius.
Sepanjang hari Saimin menghabiskan waktunya untuk mengurus ladang. Kulit keriputnya terlihat gosong terbakar matahari. Ia mencabuti rumput liar dari petak satu ke petak lainnya. Berpindah dengan berjalan bertumpu pada kedua telapak tangannya.
Kedua kakinya tak lagi berfungsi secara normal. Terutama kaki kanannya, yang cacat permanen akibat terjatuh.Atau dengan kata lain (maaf) Mbah Soimin berjalan ngesot untuk mobilitasnya. Semisal saat akan mandi disungai yang berjarak sekitar 30 meter utara rumahnya. Meski begitu, selama masih dapat dilakukannya, Mbah Soimin tak akan meminta bantuan orang lain.

SUMBER1
SUMBER2